Selamat Membaca & Semoga Bermanfaat

Sabtu, 13 Juni 2015

Transaksi Dalam Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bank Syari’ah

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya  menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Sedang lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau keduanya.
Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu :
1.    Menghimpun dana
2.    Menyalurkan dana
3.    Memberikan jasa lainnya
Dalam perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya administrasi dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syari’ah tidak beroperasi dengan  mengandalkan pada bunga.
Bank syari’ah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’ah Islam. Yang membedakan antara bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam, yaitu :
a.    Bank syari’ah adalah :
1.    Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah
2.    Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Quran dan Hadits
b.    Bank yang beroperasi sesuai prinsip syari’ah Islam adalah bank yang operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam. Khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.
Bentuk operasional bank syari’ah berupa penghimpunan maupun penyaluran dana, bank syari’ah menggunakan prinsip ekonomi syari’ah dalam wadah nilai-nilai yang secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif, yaitu mikro dan makro. Nilai-nilai syari’ah dalam perspektif mikro menekankan pada aspek kompetensi atau profesionalisme dan sikap amanah; sedangkan dalam perspekti makro  nilai-nilai tersebut ditekankan pada hal distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat nyata pada system perekonomian.
Berkaitan dengan hal diatas, maka prinsip yang dianut bank syari’ah dalam penghimpunan dana diantaranya: giro, tabungan dan deposito.
B.    Bentuk Produk Perbankan Syari’ah, Penghimpunan dan Penyaluran Dana Perbankan Syari’ah
1.    Bentuk-bentuk produk perbankan syari’ah
Pertumbuhan produk perbankan syari’ah dan LKS lainnya di Indonesia, jauh tertinggal dengan Amerika yang penduduk muslinya sangat kecil. Produk tersebut baru dikenal di Indonesia pada awal 1990-an, yaitu ketika bank Mu’amalat Indonesia berdiri sehingga saat ini kaum muslimin di negeri ini sudah dapat berinvestasi dengan berbagai bentuk secara syari’ah, yaitu:
a.    Pasar modal
Jika investor ingin berinvestasi secara syari’ah di bursa saham, maka saat ini terdapat dua cara yang bisa ditempuh. Pertama, membuat portofolio tersendiri dengan mengacu pada daftar saham halal Jakarta Islamic Index (JII) yang dikeluarkan oleh MUI. Kedua, melalui reksadana syari’ah.
b.    Reksadana syari’ah
Dalam reksadana syari’ah, manajer investasi akan menanamkan pada saham atau fixed income yang halal. Kemudian diperkenalkan pada investasi riil, bukan yang spekulatif. Meskipun demikian, resiko kerugian tetap ada.
c.    Pasar uang dan produk perbankan syari’ah
Pasar modal merupakan salah satu investasi yang dilakukan di pasar uang berdasarkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Untuk dapat mengaksesnya dapat dilakukan melalui reksadana syari’ah atau melalui tabungan  dan atau deposito di bank syari’ah. Perhitungan keuntungan berdasarkan pada sistem bagi hasil secara umum sekitar 10 %.
d.    Asuransi dan dana pensiun syari’ah
Sampai saat ini di Indonesia baru terdapat satu dana pensiun syari’ah, yaitu dana pensiun syari’ah yang dikeluarkan oleh PT Principal Indonesia. Dalam pengelolaannya serupa dengan pola simpanan atau tabungan.
e.    Gadai syari’ah
Gadai syari’ah merupakan salah satu cara untuk memperoleh uang melalui kantor pegadaian syari’ah dengan menahan salah satu harta milik nasabah bernilaii ekonomis sebagai barang jaminan atas utang atau pinjaman yang diperoleh dari kantor pegadaian syari’ah.    
2.    Penghimpunan dana perbankan syari’ah
Bank syari’ah memiliki beberapa bentuk penghimpunan dana berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.    Wadi’ah
Wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu. Wadi’ah terdiri dari dua jenis, yaitu wadiah yad al amanah dan Wadiah yad al Dhamanah.
b.    Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
Mudharabah terdiri dari dua bentuk yaitu Mudharabah Mutlaqah (investasi tidak terikat ) dan Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat).
c.    Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati dan tidak terlalu memberatkan pembeli. Dalam kontraknya, penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Ketentuan umum murabahah dalam bank syari’ah:
1.    Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.    Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam.
3.    Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.    Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5.    Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6.    Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.    Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8.    Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9.    Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
d.    Ba’i bi Saman ‘Ajil
Ba’i bi saman ‘ajil adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bakn dengan nasabahnya dimana pihak bank menyediakan dana untuk pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabah untuk mendukung suatu usaha atau proyek. Selanjutnya nasabah akan membayar secara kredit dengan sistem mark-up yang didasarkan pada asas Opportunity Cost Project (OCP).
e.    Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak dalam melakukan usaha tersebut saling memberikan kontribusi dana berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan ketika melakukan akad. (Profit and Lost Sharing)

3.    Penyaluran dana perbankan syari’ah
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1.    Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2.    Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3.    Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
4.    Transaksi pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap.

Pembiyaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Sementara prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Termasuk dalam kategori ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti Murabahah, Salam dan Istishna. Sedangkan produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah Muntahiya bi Tamlik.(IMbT)
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil, keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Musyarakah dan Mudharabah.
                  
C.    SIMPULAN
Bank syariah memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana dengan unit-unit yang lain yang mengalami kekurangan dana. Melalui bank, kelebihan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan sehingga memberikan manfaat kepada kedua pihak. Kualitas bank syariah sebagai lembaga perantara ditentukan oleh kemampuan manajemen bank untuk melaksanakan perannya.
Dalam bank syariah, hubungan antara bank dengan nasabahanya bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana dengan pengelola dana. Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah tidak saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham saja tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana. Hubungan kemitraan ini merupakan bagian yang khas dari proses berjalannya mekanisme bank syariah.

                                      DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Hukum Perbankan Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan Syariah dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana, Ed. Revisi, Cet. III, 2006.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.
IAI, Kerangka Dasar Penyusunandan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syari’ah, Jakarta,2002
Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Ed. II, 2004.
Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Rajawali Pers, 2002
Muhammad, Kontruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syari’ah, Yogyakarta: PSEI STIS, 2001
Perwataatmadja, Karnaen dan Syafi’i Antonio,  Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1997
Perwataatmaja , H. Karnaen dan H. Muhammad Syafi’i Antonio, Hukum Perbankan Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Hasil Usaha Bank Syari’ah, Jakarta: Grasindo, 2009


0 komentar:

Posting Komentar