Selamat Membaca & Semoga Bermanfaat

Sabtu, 13 Juni 2015

Islam And Modernity: Transformation Of An Intellectual Tradition


Fazlur Rahman telah meletakkan pemahaman baru terhadap interpretasi al Qur’an yaitu sebagai dasar atau sumber yang mampu menjawab semua persoalan termasuk masalah pendidikan Islam. Pasalnya, al Qur’an, bagi umat muslim adalah wahyu yang secara literal diwahyukan kepada nabi Muhammad dan ini hanya dimiliki oleh Islam. Lebih dari itu, al Qur’an mendeskripsikan dirinya sebagai petunjuk paling lengkap. Dalam ranah pendidikan Islam, Fazlur Rahman mendefiniskan pendidikan Islam  bukanlah suatu alat atau perlengkapan riil atau wujud fisik akan tetapi sebagai intelektualisme Islam yang tumbuh dari suatu pemikiran Islam  yang asli dan memadai berdasarkan pada nilai-nilai kandungan al Qur’an sebagai salah satu model pendekatan studinya. Ia menilai tradisi transformasi intelektual pendidikan Islam masih bersifat parsial mengingat adanya sikap anti Barat yang merupakan cermin kemajuan keilmuan dengan berbagai aspek pendekatannya.
A.    Pendahuluan
Pendidikan  Islam  hendaknya  bukan  sekedar  proses  penanaman  nilai-nilai  moral  untuk  membentengi  ekses  negatif  produk  sebuah  zaman,  tetapi  juga upaya  bagaimana  agar  nilai-nilai  moral  yang  ditanamkan  tersebut  mampu  berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dalam diri setiap pribadi dari kekuasaan globalisasi  yang  memberi  himpitan  kemiskinan,  kebodohan,  serta  keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi di Indonesia. Harapan  tersebut  tidaklah  mudah  untuk  diwujudkan.  Hingga  kini  pendidikan Islam  di  Indonesia  seringkali  berhadapan  dengan  berbagai  problematika  yang  tidak ringan. Muncul kemudian wacana tentang system pendidikan  yang dikotomis antara pendidikan agama dan umum sebagai salah satu penyebab penting semakin kaburnya pembacaan  arah  pendidikan  agama  Islam.  Kondisi  itu  diperparah  lagi  oleh  lahirnya dua pola pemikiran pendidikan Islam  yang kontradiktif, yaitu pola pendidikan Islam.
Harapan  tersebut  tidaklah  mudah  untuk  diwujudkan.  Hingga  kini  pendidikan Islam  di  Indonesia  seringkali  berhadapan  dengan  berbagai  problematika  yang  tidak ringan. Muncul kemudian wacana tentang system pendidikan  yang dikotomis antara pendidikan agama dan umum sebagai salah satu penyebab penting semakin kaburnya pembacaan  arah  pendidikan  agama  Islam.  Kondisi  itu  diperparah  lagi  oleh  lahirnya dua pola pemikiran pendidikan Islam  yang kontradiktif, yaitu pola pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dan yang bercorak modernis.
Pola pendidikan Islam yang bercorak  tradisionalis  dalam  perkembangannya  lebih  menekankan  pada  aspek doktriner  normatif  yang  cenderung  eksklusif-literalis  dan  apologetis.  Sementara pendidikan  Islam  modernis,  lama-kelamaan  ditengarai  mulai  kehilangan  ruh-ruh mendasarnya hingga mengkaburkan misi maupun tujuan pendidikan Islam itu sendiri.

B.    Problem (Kegelisahan Akademik)
Melalui karyanya ini, Fazlur Rahman menyampaikan kegelisannya terhadap lambatnya perkembangan pendidikan Islam yang disebabkan oleh pola pikir konservatif ulama saat itu (bahkan mungkin saat ini) yakni adanya pendikotomian keilmuan antara ilmu-ilmu agama (tradisional) dengan ilmu-ilmu modern seperti filsafat, teologi dan ilmu-ilmu yang berasal dari pemikiran Barat yang dianggap lebih mementingkan aspek materialisme sehingga memunculkan sikap anti Barat.
Padahal penulis kelahiran Pakistan ini juga mengingatkan perlunya spiritualisasi keilmuan (bukan gerakan sekulerisasi) yang memiliki nilai dan tujuan bagi kemajuan pendidikan Islam sendiri dengan tetap menjadikan al Qur’an dan sunnah sebagai pedoman kajian.
Untuk itu ia mengutarakan rekonstruksi sains-sains Islam mulai dari masa sejarah. Sedangkan rekonstruksi secara sistematis dapat dimulai dari kajian teologi.

C.    Pentingnya Topik Penelitian
Topik utama yang menjadi pembahasan dalam buku ini adalah bagaimana mentrasnformasikan tradisi intelektual muslim yang bersifat klasik kepada konsep modernitas keilmuan Islam melalui gerakan spiritualisasi ilmu pengetahuan yang diambil dari barat tanpa meninggalkan al Qur’an dan Sunnah sebagai pijakan utama. Begitu juga dengan sistem pendidikan klasik yang mulai terorgasasi dibeberapa Negara muslim yang menjadi titik awal kemajuan sistem pendidikan Islam.
Demikian halnya dengan metode-metode yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman dalam mengkaji al Qur’an yang harus dikaji secara menyeluruh dikomparasikan dengan asbab annuzul-nya.
Sementara itu beberapa topik penting yang dapat difahami oleh reviewer, antara lain:
1.    Munculnya sekularisme di dunia Islam pada masa-masa pramodernis karena kejumudan pemikiran Islam yang berdampak pada kegagalan hukum dan lembaga-lembaga syariah untuk mengembangkan diri dalam memenuhi dan merespon kebutuhan-kebutuhan perubahan kondisi masyarakat.
2.    Perkembangan studi keislaman di Indonesia yang sedikit disinggung oleh Fazlur Rahman.
3.    Munculnya fenomena yang disebut oleh Fazlur Rahman sebagai penghalang kemajuan pendidikan Islam yaitu revivalisme dan fundamentalisme.
4.    Sejarah dan pendidikan dan kehidupan intelektual Islam berupa posisi relative dari filsafat dan sufisme (sistem ortodoks).

D.    Kerangka Teori dan Pendekatan
Dalam kajian yang dilakukan oleh Fazlur Rahman, selaku penulis, reviewer melihat aspek pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosio-historis yang tampak mulai dari bab I, III. Di dalam bab pertama tersebut terlihat jelas bagaiman Rahman menggunakan nilai-nilai sejarah hidup Nabi Muhammad dan kandungan ayat-ayat al Qur’an sebagai acuan pendekatan historis.

E.    Ruang Lingkup dan Istilah Kunci Penelitian
Ruang lingkup studi Fazlur Rahman adalah menyajikan kerangka interpretasial Qur’an secara universal untuk dapat menemukan suatu pemahaman yang komprehensif sebagai salah satu transformasi intelektual Islam dalam bingkai modernitas keilmuan tanpa adanya dikotomi antara Barat dengan Timur. Maka kata kunci yang digunakan adalah  al qur’an, intelektual, pendidikan islam, transformasi dan spiritual.

F.    Kontribusi dalam Keilmuan
Meskipun stigma negatif dialamatkan kepada sosok Fazlur Rahman oleh beberapa kalangan, dalam bidang pendidikan ia telah memberikan sumbangsihnya berupa pentingnya pendidikan madrasah sebagai proses awal pembentukan mental, watak dan karakter pelajar untuk bisa ditanamkan nilai-nilai al Qur’an dan Islam yang merupakan salah satu tradisi intelektual dimiliki oleh Islam.
Sementara dalam proses pendidikan tinggi ia berasumsi sebagai langkah ekspansi keilmuan secara umum dengan berbagai pendekatan studi Islam dan Barat untuk mensejajarkan kemampuan intelektual umat muslim dengan cara spiritualisasi keilmuan Barat meskipun bersifat materialistic (duniawi).
Selain itu, ia juga menyarankan perlunya metode penafsiran baru terhadap al Qur’an yakni dengan mengkajinya dalam latar belakang  secara keseluruhan secara sistematis dan berurutan secara historis, bukan secara parsial ayat demi ayat dengan penggalan-penggalan sebab-sebab turunnya.
Tidak hanya itu, Rahman merekomendasikan perlunya pembedaan antara Islam normatif dan Islam historis. Menurutnya, Islam normatif adalah ajaran-ajaran al Qur’an dan Sunnah Nabi yang berbentuk nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip dasar. Sedangkan Islam historis adalah penafsiran yang dilakukan terhadap ajaran Islam dalam bentuknya yang beragam. Di satu sisi, pembedaan ini mensyaratkan adanya penafsiran yang sistematis, holistik, dan koheren terhadap al Qur’an dan Sunnah, sehingga nilai-nilainya yang transenden bisa digali dan ditemukan. Sementara di sisi yang lain, pembedaan tersebut juga mengharuskan adanya analisis dan peniliaian yang kritis terhadap praktik dan penafsiran Islam oleh para pemeluknya sepanjang sejarah.

G.    Logika dan Sistematika Penulisan
Buku yang ditulis oleh Fazlur Rahman pada mulanya berjudul Islamic Education and Modernity (Pendidikan Islam dan Modernitas), yang diselesaikan selama 1 tahun, 1977-1978 dan diterbitkan oleh The University of Chicago Press, Chicago pada tahun 1982.  
Karya Rahman ini terdiri dari 4 bab, pertama, tentang warisan, kedua, membahas persoalan modernism Islam Klasik korelasinya dengan pendidikan, ketiga, menyoroti iklim modernis kontemporer di dunia Islam, termasuk Indonesia, dan keempat, berisi prospek dan saran-saran penulis tentang langkah-langkah yang harus diambil dalam usaha merumuskan kembali apa makna Islam yang tidak saja bagi kepentingan umat Islam, tapi juga dalam usaha menyelamatkan manusia modern lewat ajaran agama.
Menurutnya, yang dimaksud dengan pendidikan Islam bukanlah perlengkapan dan peralatan-peralatan bersifat fisik seperti buku-buku yang diajarkan atau struktur eksternal pendidikan, akan tetapi intelektualisme Islam yang merupakan esensi pendidikan tinggi Islam hasil dari pertumbuhan suatu pemikiran Islam yang asli dan memadai yang harus mampu memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah sistem pendidikan Islam.
Sebagaimana disebutkan dalam bab I, warisan itu adalah sebuah tradisi intelektual Islam melalui jalur institusi pendidikan yang diilhami dari al Qur’an dan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi ia juga mengkritik para penafsir al Qur’an tentang sebab-sebab turunnya wahyu yang selalu memiliki latar belakang atau konteks historis karena sebab-sebab turunnya wahyu tersebut acapkali bertentangan dan kacau akibat pemahaman terhadap suatu makna yang parsial. Tidak hanya itu, Rahman juga menilai bahwa al Qur’an sesungguhnya tidak tidak banyak memberikan banyak prinsip umum, meskipun sebagian besar memberikan solusi dan keputusan terhadap masalah-masalah historis yang spesifik dan konkrit. Hal itu ditekankan dalam suatu gerakan gandanya (double movement), pertama, harus bergerak mulai dari penanganan-penanganan kasus konkrit oleh al Qur’an dengan memperhitungkan kondisi-kondisi sosial yang relevan pada waktu itu kepada prinsip-prinsip umum di mana keseluruhan ajaran al Qur’an berpusat. Kedua, dari peringkat umum tersebut harus dilakukan gerakan kembali kepada legislasi yang spesifik dengan memperhitungkan kondisi-kondisi sosial yang ada saat ini.
Sementara itu, perkembangan disiplin-disiplin dalam Islam terbagi menjadi 2 fase, yakni sebelum dan sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW.  Fazlur Rahman melihat, ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, sebuah keputusan terhadap suatu masalah hanya diambil oleh Nabi. Sedangkan setelah beliau tiada, kaum muslimin saat itu berusaha untuk menggunakan ayat-ayat dalam al Qur’an dan teks-teks sunnah Nabi sebagai rujukan.
Perkembangan sains secara krusial terdapat pada masa generasi tabi’un dan tabi’ut tabi’in. Pada periode ini mereka dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum langsung merujuk pada ayat-ayat al Qur’an dan teks-teks hadis individual melalui metode nash dan qiyas.
Mengenai perubahan institusional Islam zaman pertengahan, Fazlur Rahman mengungkapkan awal mula pendidikan Islam adalah mempelajari al Qur’an dan mengembangkan sebuah sistem kesalehan sekitarnya. Pada era ini, kaum Syi’ah adalah yang pertama kali mendirikan sekolah-sekolah secara terorganisir dengan kurikulum yang mapan. Selain itu, lahir dan tumbuh pula watak hukum dan teologi Islam yang merupakan bagian sentral dari sistem pendidikan tinggi Islam yang dilaksanakan di madarasah-madrasah.
Di dalam bab II, penulis buku menuturkan adanya perbedaan-perbedaan substansial dalam sifat perkembangan-perkembangan modern di berbagai kawasan muslim yang disebabkan oleh 4 faktor, yaitu:
1.    Apakah dalam kawasan budaya tertentu tetap mempertahankan  vis-à-vis ekspansi politik Eropa dan apakah didominasi dan diperintah oleh suatu Negara colonial Eropa, baik secara de jure maupun de facto.
2.    Watak organisasi ulama atau pemimpin keagamaan dan sifat hubungan mereka dengan lembaga-lembaga pemerintah sebelum penjajahan.
3.    Keadaan perkembangan pendidikan Islam dan budaya yang menyertainya segera sebelum terjadi penjajahan.
4.    Sifat kebijaksanaan kolonial dari keseluruhan negara-negara penjajah tertentu seperti Inggris, Prancis atau Belanda.
Adapun perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, berawal pada tahun 1900 mulai tumbuh dengan adanya beberapa orang yang belajar ke Mekkah yang kemudian kembali ke Indonesia untuk menyebarkan ajaran-ajaran yang didapatnya melalui pesantren-pesantren (Nahdatul Ulama). Sementra Muhammadiyah terbentuk dari pengaruh pendidikan al Azhar Kairo yang masuk Indonesia pada tahun 1930-an.
Terdapat pertimbangan-pertimbangan teoritis dalam perolehan ilmu pengetahuan modern seperti sains agama dan sains teknologi. Sementara perkembangan ilmu ‘sekular’ bertambah pesat seperti matematika, kimia, astronomi, kedokteran dan sebagainya di Turki dan Mesir pada abad XVII dan  XVIII.
Kajian pada bab III mengenai perkembangan pendidikan dalam dunia kontemporer juga mengalami peningkatan disebabkan eskalasi kemerdekaan poliitk Negara-negara muslim yang berupaya untuk memikirkan dan membangun kembali masalah pendidikan dalam usaha keseluruhan mereka untuk membangun masyarakat Islam. Strategi pendidikan Islam saat ini, menurut Fazlur Rahman tidaklah benar-benar diarahkan ke suatu tujuan yang positif, tetapi lebih pada proses penyelamatan pemikiran umat Islam dari pencemaran atau kerusakan yang ditimbulkan oleh gagasan-gagasan pemikiran barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu. Adapun perkembangan yang paling spektakuler terjadi di Turki yang dipengaruhi oleh suasana proses demokrasi. 
Tentang perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, Fazlur Rahman menilai mengalami kemajuan yang luar biasa ditandai lahirnya perguruan-perguruan tinggi Islam di dua kota yaitu Jakarta dan Yogyakarta seperti IAIN. Meski demikian ia juga mengungkapkan kendala-kendala yang dihadapi adalah sama dengan beberapa Negara muslim lain adalah minimnya tenaga ajar. Ia juga melihat prospek ideologi spiritual sebagai energi positif yang terpendam yang bebas dari aktivisme konservatif-fundamentalis yang mengarah pada sesuatu yang liberal.
Selain melihat dan mengkritisi perkembangan dunia pendidikan ‘Islam’, Fazlur Rahman juga melihat adanya prospek pembaharuan pendidikan Islam melalui salah satu pendekatannya yaitu  dengan menerima pendidikan sekuler modern sebagaimana yang telah berkembang secara umum di dunia Barat dan mencoba untuk ‘mengislamkannya’ dengan cara mengisi konsep-konsep kunci tertentu dari Islam.tujuannya adalah untuk membentuk watak pelajar-pelajar atau mahasiswa-mahasiswa dengan nilai-nilai Islam dalam kehidupan individu dan masyarakat. Tujuan selanjutnya adalah untuk memungkinkan para ahli yang berpendidikan modern untuk menanami bidang kajian masing-masing dengan nilai-nilai Islam pada perangkat-perangkat yang lebih tinggi dengan menggunakan sudut pandang Islam sebagai dasat utama untuk merubah (bila diperlukan) baik kandungan maupun orientasi kajian-kajiannya.
Masing-masing tujuan tersebut terkait erat dengan proses pembentukan mental atau watak Islam secara wajar ketika pelajar masih dalam usia relative muda yang mudah menerima kesan. Akan tetapi apabila hal itu dilakukan pada saat usia pendidikan tinggi dan gagal menanamkan nilai-nilai Islam, maka mereka tidak dapat tersekulerkan bahkan kemungkinan akan membuangnya seperti yang terjadi saat ini.
Beberapa hal yang menonjol dari buku ini terdapat pada bab IV yang merupakan corak pemikiran Fazlur Rahman terhadap fenomena perkembangan pendidikan Islam dan tradisi intelektual yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pendekatan studi Islam, antara lain sosial, historis, teologis dan filsafat.

H.    Kesimpulan
Pendekatan yang ditawarkan Fazlur Rahman untuk berinteraksi dengan Islam yang mensejarah itu adalah analisis sosio-historis. Melalui pendekatan sosio-historisis ini pula, sains-sains Islam sebagai aspek historis harus dilestarikan. Sebab, menurutnya, Islam historis telah memberikan kontinuitas kepada dimensi intelektual dan spritual masyarakat.
Melalui aspek historis, kajian yang menyeluruh dan sistematis terhadap perkembangan disiplin-disiplin Islam harus dilakukan. Kajian tersebut dibarengi dengan rekonstruksi yang juga bersifat komprehensif meliputi disiplin-disiplin keislaman yang ada. Sebab, suatu bentuk pengembangan pemikiran Islam yang tidak berakar dalam khazanah pemikiran Islam klasik atau lepas dari kemampuan menelusuri kesinambungannya dengan masa lalu adalah tidak otentik.

Daftar Pustaka
Fazlur Rahman, 1982. Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual,Tterjemahan oleh Ahsin Muhammad. 1985. Bandung: Pustaka
Ma’arif, Ahmad Syafi’i, 2004, Pengantar: Rekonsiliasi Epistemologi Dalam pendidikan Islam: Sebuah  Keniscayaan, dalam Moh. Shofan, Pendidikan Berpraradigma Profetik, Upaya Konstruktif Membongk ar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ircisod
Rahmad,  Jalaluddin , 1989. Islam Alternatif,  Bandung: Mizan


1 komentar:

  1. Irfan Fahmi S , 15313018
    Assalamu'alaikum wr.wb
    Islam Kejawen
    menurut saya ini perbedaan budaya dari Al-Quran dan Jawa.
    Seperti yg kita ketahui bahwa walisongo lah yg menyebarkan ajaran islam di jawa.
    Nah selama menyebarkan ajaran islam di jawa ini lah sangat banyak sekali unsur budaya Jawa yang dipadukan kedalam ajaran islam tersebut.
    Menurut saya selama budaya jawa yang masih masuk ke dalam akal sehat dan bisa diterima oleh logika makan tidak ada salahnya untuk mengambil nilai positif dari ajaran islam yg terbaur oleh budaya jawa.
    wassalamu'alaikum wr.wb

    BalasHapus