Selamat Membaca & Semoga Bermanfaat

Senin, 15 Juni 2015

Hukum Perbankan Syariah

Seiring laju perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh berbagai faktor tanpa terkecuali faktor ekonomi berdampak pada hampir semua aspek kebutuhan manusia termasuk keuangan sehingga memaksa lahirnya suatu sistem lembaga keuangan sebagai sarana pendukungya yaitu perbankan.
Bahkan, perbankan dalam kehidupan suatu negara adalah salah satu agen pembangunan (agent of development). Hal ini dikarenakan  adanya fungsi utama dari perbankan  yaitu sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit atau pembiyaan. Fungsi ini lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary function) yang diharapkan menjadi jembatan kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional Indonesia.
Fungsi tersebut sejatinya harus selaras dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana disebutkan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional.
Dunia perbankan Indonesia kini tengah mengalami perkembangan pesat utamanya perbankan syariah yang sudah seharusnya dimiliki umat Islam Indonesia mengingat jumlahnya sangat besar. Akan tetapi, perbankan syariah yang tumbuh dan dikembangkan sebagai solusi alternatif bagi perbankan konvensional saat ini tidak lepas dari berbagai kendala baik dalam konsep maupun praktiknya sebagai bank yang berlandaskan pada ideologi Islam.
Hal ini menarik untuk dicermati mengingat agama Islam sebagaimana difahami adalah sebagai agama yang memberikan pedoman atau tuntunan segala aspek kehidupan masyarakat hendaknya difahami dan dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan pemeluknya tanpa terkecuali dalam praktik ekonomi dan pembangunan.

Pengertian Perbankan Syariah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melakukan kegiatan usahanaya. Sedangkan yang dimaksud dengan bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sementara ditinjau dari sudut pandang hukum, ruang lingkup pengertian tersebut belum sampai pada kesimpulan apakah jenis kegiatan usaha yang dilakukan lembaga keuangan itu halal atau haram. Karena itu untuk menjamin kehalalan kegiatan usaha perbankan, maka dalam operasionalnya harus menggunakan prinsip-prinsip syariah, sehingga lembaga perbankan yang dalam kegiatan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah dapat dikatakan sebagai sebagai perbankan syariah.
Adapun bank syariah terdiri dari atas dua kata yaitu bank dan syariah. Bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Syariah dalam perspektif bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh dua pihak tersebut untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegaitan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Penggabungan kedua kata di atas menjadi bank syariah memiliki arti bahwa bank syariah adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Selain itu bank syariah juga disebut Islamic banking  atau interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem riba, maysir dan gharar.
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Dasar Hukum Perbankan Syariah
Sebagai lembaga keuangan publik, keberadaan perbankan syariah secara legal state dan yuridis normatif ditopang oleh regulasi pemerintah berupa Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang nomor 10 tentang Perubahan  atas Undang-undang nomor 7 tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-undang nomor 3 tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Selain itu, secara yuridis empiris keberadaan perbankan syariah di Indonesia semakin diakui eksistensinya. Hal ini dapat dilihat dengan tumbuh dan perkembangannya yang secara umum telah mencakup wilayah setiap propinsi dan kabupaten di Indonesia,  Undang-undang nomor 23 tahun 2003,  Undang-undang nomor 21 tahun 2008.

Beberapa Peraturan Bank Indonesia mengenai Perbankan syariah, antara lain:
1.    PBI No.9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
2.    PBI No.7/35/PBI/2005 tentang perubahan atas peraturan bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
3.    PBI No.6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

Bahkan sebagai lembaga keuangan yang mengacu pada ideologi Islam, perbankan syariah dalam operasionalnya juga langsung merujuk pada sumber hukum Islam utama yaitu al Qur’an sebagaimana dalam surat al Baqarah ayat 275 :
š“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu  (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al Baqarah [2] : 275)

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S ar Rum [30] : 39)


Tujuan, Prinsip-prinsip Bank Syariah dan Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam, dalam pembentukan bank syariah memiliki tujuan-tujuan, yaitu:
1.    Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha lain yang mengandung unsur gharar.
2.    Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi sehingga tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dan pihak yang membutuhkan dana.
3.    Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin.
4.    Untuk membantu pengentasan kemiskinan
5.    Untuk menjaga stabilitas ekonomi/moneter pemerintah. Dengan aktifitasnya, diharapkan bank syariah mampu menghindarkan inflasi akibat penerapan sistem bunga, menghindari persaingan tidak sehat antar lembaga keuangan dan pengaruh gejolak moneter dalam dan luar negeri.
6.    Untuk menyelematkan ketergantuang umat Islam terhadap bank konvensional yang menyebabkan mereka di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak dapat melaksanakan ajaran agamanya secara kafah, terutama dibidang kegiatan bisnis dan perekonomiannya.

Prinsip utama yang dianut oleh bank syariah adalah:
1.    Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi
2.    Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syari
3.    Menumbuhkembangkan zakat..
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka secara operasional terdapat perbedaan-perbedaan substansial antara bank konvensional dengan bank syariah, yaitu:

Bank Syariah (Islam)    Bank Konvensional      
Akad & aspek legalitas    Hukum Islam & Hukum Positif    Hukum Positif      
Lembaga penyelesaian sengketa    BASYARNAS    BANI      
Struktur organisasi    Ada Dewan Syariah Nasional (DSN) & Dewan Pengawas Syariah (DPS)    Tidak ada DSN & DPS      
Investasi    Halal    Halal dan haram      
Prinsip operasional    Bagi hasil, jual beli, sewa    Perangkat bunga      
Tujuan     Profit & falah oriented    Profit oriented      
Hubungan nasabah    Kemitraan    Debitor dan kreditur   

Terdapat beberapa perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan  pada kedua bank di atas, yakni perbedaan konsep antara bunga dan bagi hasil, perbedaan konsep antara investasi dengan membungakan uang, dan perbedaan konsep antara utang uang dan utang barang. Perbedaan tersebut adalaha sebagai berikut:
1.    Perbedaan konsep antara bunga dan bagi hasil

Bunga     Bagi Hasil      
Penentuan keuntungan     Pada waktu perjanjian dengan asumsi harus selalu untung     Pada waktu akad dengan pedoman kemungkinan untung-rugi      
Besarnya persentase    Berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan     Berdasarkan keuntungan yang diperoleh      
Pembayaran    Seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan untung-rugi    Bergantung pada keuntungan proyek apabila rugi ditanggung bersama      
Jumlah pembayaran    Tetap, tidak mengikat walau keuntungan berlipat    Sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan      
Eksistensi     Diragukan oleh semua agama    Tidak ada yang meragukan keabsahannya   

2.    Perbedaan konsep antara investasi dengan membungakan uang
a.    Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko, karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. (perolehan kembaliannya tidak pasti dan tidak tetap)
b.    Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko, karena perolehan kembalinya berupa bungan yang relatif pasti dan tetap.
3.    Perbedaan konsep antara utang uang dan utang barang.
Ada dua jenis utang yang berbeda satu sama lainnya, yakni utang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan utang yang terjadi  karena pengadaan barang.
Utang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alas an yang jelas dan pasti, seperti biaya materai, biaya notaries dan studi kelayakan. Tambahan lain yang bersifat tidak pasti dan tidak jelas seperti inflasi dan deflasi tidak diperbolehkan.
Utang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh (harga jual), yang terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik karena akan masuk dalam riba fadl. Dalam transaksi perbankan Islam yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk utang pengadaan barang, bukan utang uang.

Bentuk Produk, penghimpunan dan penyaluran dana Perbankan Syariah
1.    Bentuk-bentuk produk perbankan syari’ah
Pertumbuhan produk perbankan syari’ah dan LKS lainnya di Indonesia, jauh tertinggal dengan Amerika yang penduduk muslinya sangat kecil. Produk tersebut baru dikenal di Indonesia pada awal 1990-an, yaitu ketika bank Mu’amalat Indonesia berdiri sehingga saat ini kaum muslimin di negeri ini sudah dapat berinvestasi dengan berbagai bentuk secara syari’ah, yaitu:
a.    Pasar modal
Jika investor ingin berinvestasi secara syari’ah di bursa saham, maka saat ini terdapat dua cara yang bisa ditempuh. Pertama, membuat portofolio tersendiri dengan mengacu pada daftar saham halal Jakarta Islamic Index (JII) yang dikeluarkan oleh MUI. Kedua, melalui reksadana syari’ah.
b.    Reksadana syari’ah
Dalam reksadana syari’ah, manajer investasi akan menanamkan pada saham atau fixed income yang halal. Kemudian diperkenalkan pada investasi riil, bukan yang spekulatif. Meskipun demikian, resiko kerugian tetap ada.
c.    Pasar uang dan produk perbankan syari’ah
Pasar modal merupakan salah satu investasi yang dilakukan di pasar uang berdasarkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Untuk dapat mengaksesnya dapat dilakukan melalui reksadana syari’ah atau melalui tabungan  dan atau deposito di bank syari’ah. Perhitungan keuntungan berdasarkan pada sistem bagi hasil secara umum sekitar 10 %.
d.    Asuransi dan dana pensiun syari’ah
Sampai saat ini di Indonesia baru terdapat satu dana pensiun syari’ah, yaitu dana pensiun syari’ah yang dikeluarkan oleh PT Principal Indonesia. Dalam pengelolaannya serupa dengan pola simpanan atau tabungan.
e.    Gadai syari’ah
Gadai syari’ah merupakan salah satu cara untuk memperoleh uang melalui kantor pegadaian syari’ah dengan menahan salah satu harta milik nasabah bernilaii ekonomis sebagai barang jaminan atas utang atau pinjaman yang diperoleh dari kantor pegadaian syari’ah.    
2.    Penghimpunan dana perbankan syari’ah
Bank syari’ah memiliki beberapa bentuk penghimpunan dana berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.    Wadi’ah
Wadi’ah adalah transaksi penitipan dana atau barang dari pemilik kepada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban bagi pihak yang menyimpan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu. Wadi’ah terdiri dari dua jenis, yaitu wadiah yad al amanah dan Wadiah yad al Dhamanah.
b.    Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
Mudharabah terdiri dari dua bentuk yaitu Mudharabah Mutlaqah (investasi tidak terikat ) dan Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat).
c.    Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati dan tidak terlalu memberatkan pembeli. Dalam kontraknya, penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Ketentuan umum murabahah dalam bank syari’ah:
1.    Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.    Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam.
3.    Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.    Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5.    Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6.    Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.    Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8.    Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9.    Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
d.    Ba’i bi Saman ‘Ajil
Ba’i bi saman ‘ajil adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bakn dengan nasabahnya dimana pihak bank menyediakan dana untuk pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabah untuk mendukung suatu usaha atau proyek. Selanjutnya nasabah akan membayar secara kredit dengan sistem mark-up yang didasarkan pada asas Opportunity Cost Project (OCP).
e.    Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak dalam melakukan usaha tersebut saling memberikan kontribusi dana berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan ketika melakukan akad. (Profit and Lost Sharing)

3.    Penyaluran dana perbankan syari’ah
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1.    Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2.    Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3.    Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
4.    Transaksi pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap.

Pembiyaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Sementara prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Termasuk dalam kategori ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti Murabahah, Salam dan Istishna. Sedangkan produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah Muntahiya bi Tamlik.(IMbT)
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil, keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Musyarakah dan Mudharabah.

Simpulan
Bank syariah memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana dengan unit-unit yang lain yang mengalami kekurangan dana. Melalui bank, kelebihan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan sehingga memberikan manfaat kepada kedua pihak. Kualitas bank syariah sebagai lembaga perantara ditentukan oleh kemampuan manajemen bank untuk melaksanakan perannya.
Dalam perbankan syariah, hubungan antara bank dengan nasabahanya bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana dengan pengelola dana. Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah tidak saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham saja tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana. Hubungan kemitraan ini merupakan bagian yang khas dari proses berjalannya mekanisme bank syariah.
Untuk itu sudah saatnya umat Islam harus bangkit kembali salahsatunya melalui wadah perbankan syariah sebagai salah satu faktor penggerak roda perekonomian umat yang tidak menerapkan unsur-unsur yang bertenatangan dengan hukum Islam seperti riba, maysir dan gharar. 
Selain itu juga diperlukan kerja keras dan dukungan semua elemen bangsa untuk lebih menjadikan bank syariah menjadi lebih syar’i dan lebih baik lagi baik dalam aspek produk, penyaluran dan penghimpunan dana, SDM dan juga quality service yang lebih baik dan menjangkau semua lapisan masyarakat diseluruh Indonesia pada khususnya. Wallahu’alam bi showab



DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin, Hukum Perbankan Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan Syariah dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana, Ed. Revisi, Cet. III, 2006.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah.
Ghofur Anshori, Abdul, Perkembangan Hukum Perbankan di Indonesia, Makalah pada kuliah perdana mahasiswa MKn UGM, dalam Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2006
IAI, Kerangka Dasar Penyusunandan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syari’ah, Jakarta,2002
Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Ed. II, 2004.
Perwataatmadja, Karnaen dan Syafi’i Antonio,  Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1997
Perwataatmaja , Karnaen dan H. Muhammad Syafi’i Antonio, Hukum Perbankan Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Software Qur’an in Word Ver 1.3 Created by Mohammad Taufiq
Sudarsono, Heri,  Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: Ekonisia:, 2003
Sumitro, Warkum, Asas-asas Perbankan Islami & Lembaga-lembaga Terkait: BAMUI, TAKAFUL dan Pasar Modal Syariah di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004, Cet. IV
Susanto, Burhanuddin, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta : UII Press, 2008
Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media dan Badan Penerbitan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Hasil Usaha Bank Syari’ah, Jakarta: Grasindo, 2009
http://wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uud_45.pdf.

1 komentar: