Selamat Membaca & Semoga Bermanfaat

Sabtu, 20 Juni 2015

Sertifikasi Guru, Antara Profesionalitas Dan Kualitas Pendidikan Indonesia Serta Konsekuensinya Terhadap Undang-Undang Guru 2006

Bangkitlah, bangkitlah guruku, kehadiranmu tidak tergantikan
Biarlah dunia ini menjadi saksi:
Kau bukan guru negeri, kau bukan guru swasta
Kau adalah guru bangsa
(Dikutip dari Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M. Sc., Ed.)


Abstrak
Dengan adanya sertifikasi guru diharapkan akan memajukan dunia pendidikan indonesia terutama sumber daya manusianya yang kelak akan memimpin bangsa ini. namun pada tataran praksis sertifikasi tersebut terkesan hanya sebatas pada tindakan formalitas untuk memperlihatkan bahwa duniai pendidikan Indonesia akan mengarah pada perbaikan. Hal ini tenunya memunculkan stigma bahwa menjadi pendidik dan pengajar tidaklah mudah bahkan lebih memperlihatkan nilai materiil yang akan didapatkan oleh seorang guru ketika telah mendapatkan sertifikat mengajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa melihat perkembangan pendidik dan anak didik serta pendidikan itu sendiri  setelah proses sertifikasi dilalui.

Key words : Sertifikasi, Guru, Profesionalitas, Pendidikan dan Konsekuensi

Pendahuluan
Dunia pendidikan di negeri ini selalu menyisakan berbagai permasalahan yang berdampak pada kualitas pendidikan dan sumber daya manusia yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena sampai saat ini pendidikan masih dipandang sebelah mata ketimbang sektor ekonomi yang menempati prioritas utama dalam pengelolaan bangsa ini. Kenyataan yang sungguh miris adalah politisasi dunia pendidikan yang bertendensi pada nilai komersil dengan berbagai intervensi dan hegemoni politik terhadap dunia pendidikan indonesia yang sampai saat ini masih berlangsung dengan minimnya anggaran untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun manusia seutuhnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, Bab Ii Pasal 4 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha Esa dan berbudi pekerti luhur,memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan kebangsaan.

Jelas sekali dalam rumusan pendidikan nasional tersebut menunjukkan dan memberikan ruang tersendiri bagi sekolah dan lembaga pendidikan lainnya untuk ikut andil berperan dalam mengemban tugas pendidikan. Karena pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat dan menjadi tumpuan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Selain itu pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka dan bangsa. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan kompetensi khususnya guru yang mampu mengajar dengan baik dan sesuai dengan standar yang diberlakukan sehingga dalam proses belajar-mengajar tidaklah seperti apa yang ada sekarang ini yakni mengajar tanpa memiliki kompetensi dan profesionalisme kependidikan.

Kompetensi guru dalam mengajar kini telah menjadi acuan utama untuk memberikan lisensi atau sertifikat dalam mengajar.  Dengan demikian, bagi seorang guru untuk memperoleh sertifikasi tersebut tentunya harus memiliki profesioanlitas dan kualitas yang baik dan unggul dalam segala kemampuan berupa kompetensi paedagogik, kepribadian, profesioanlitas dan sosial.  Apakah semua itu sudah dimiliki oleh guru-guru di Indonesia dalam mengajar? Inilah yang menarik bagi penulis untuk mengangkatnya menjadi sebuah wacana dan bahasan yang diharapkan nantinya bisa memberikan kontribusi dan perubahan serta kemajuan dalam dunia pendidikan Indonesia dengan menghasilkan out put yang baik dan mampu bersaing dalam kancah pendidikan internasional. Maka sejak undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disahkan pada Desember 2005, sertifikasi telah menjadi istilah yang sangat popular dan menjadi topik pembicaraan yang hangat di masyarakat terutama dalam dunia pendidikan. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, maka terdapat tiga fungsi, pertama, sebagai landasan yuridis bagi guru dari pebuatan dan tindakan semena-mena dari berbagai pihak, kedua, untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar dan ketiga, untuk meningkatkan kesejahteraan guru.
Hakikat Guru Sebagai Profesi

Guru merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan. Untuk itu, guru harus mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, antara lain :

  1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan dengan menggunakan berbagai media dan sumber pembelajaran yang bervariasi.
  2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
  3. Guru harus dapat membuat urutan (squence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
  4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajaran yang diterimanya.
  5. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharpakan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
  6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
  7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati atau meneliti dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
  8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
  9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
Guru dapat melakukan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan. Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian seorang guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar saja. Guru juga harus bisa menjadi contoh atau tauladan bagi anak didiknya karena guru memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didiknya.
Kenyataan Empiris Guru di Indonesia Berdasarkan Tuntutan Syarat Guru sebagai Profesi
Melihat kenyataan kondisi guru di indonesia saat ini sungguh jauh dari apa yang diharapakan yaitu adanya kesenjangan social hidup seperti kesejahteraan dan kenyamanan dalam mengajar. Hal ini didasarkan pada banyaknya tuntutan guru-guru yang meminta perbaikan nasib mereka dan keluarga. Terlepas dari kondisi demikian, kenyataan empiris guru di Indonesia berdasarkan tuntutan syarat guru sebagai profesi adalah :
Melihat kenyataan di atas terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam kehidupan guru ketika dihadapkan pada persoalan guru dalam profesinya. Terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan tentang hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan yaitu berhak memperoleh pengahasilan dan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, penghargaan yang sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual dan kesempatan untuk menggunakansarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Hak-hak tersebut dalam kenyataan keseharian mungkin masih dalam bentuk harapan dan belum menjadi kenyataan.

Walaupun demikian keadaan pendidikan Indonesia, namun pemerintah melalui menteri pendidikan nasional tetap menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan yang dijadikan alat untuk menilai kepatutan guru dalam mengajar yang sesuai dengan tingkat kompetensi dan profesioanlisme kependidikan.

Tim kerja Universitas Pendidikan Indonesia merumuskan tentang standar kompetensi guru yang berupa kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial.
Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan dalam : (a) Penguasaan ilmu pendidikan yang meliputi penguasaan landasan pendidikan, perkembangan peserta didik dan cara-cara membimbing peserta didik; (b) Pembelajaran bidang studi yang meliputi konsep dan metode belajar dengan pembelajaran bidang studi, evaluasi pembelajaran bidang studi, perencanaan pembelajaran bidang studi dan penelitian bagi bagi peningkatan pembelajaran bidang studi; (c) Praktik pendidikan dan pembelajaran bidan studi.

Kompetensi kepribadian merupakan integritas seluruh aspek guru yang meliputi seluruh aspek fisik-motorik, intelektual, sosial, konatif maupun afektif.

Kompetensi sosial meruapakan kemampuan dalam menjalin hubungan sosial secara langsung maupun menggunakan media di sekolah dan di luar sekolah.
Kompetensi professional merpakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara lebih luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik dan mencapai standar kompetensi.

Standar Kompetensi dan sertifikasi Sebagai Upaya Pemberdayaan Guru
Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan hidupnya. Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis serta tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Maka dari itu, diharapkan guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global. Kindervetter memberikan batasan pemberdayaan sebagai peningkatan pemahaman manusia untuk meningkatkan kedudukannya dimasyarakat. Peningkatan kedudukan itu meliputi kondisi-kondisi sebagai berikut:
  1. Akses, memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber daya dan sumber dana
  2. Daya pengungkit, meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya
  3. Pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang terhadap bebagai pilihan
  4. Status, meningkatnya citra diri, kepuasan diri dan memiliki perasaan yang positif atas identitas budayanya
  5. Kemampuan refkeksi kritis, menggunakan pengalaman untuk mengukur potensi keunggulannya atas berbagai peluang pilihan-pilihan dalam pemecahan masyarakat
  6. Disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan orang lain, dan
  7. Persepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap dirinya dan lingkungannya.
Kondisi-kondisi tersebut dapat dipandang sebagai hasil dari proses pemberdayaan. Dengan perkataan lain, pemberdayaan dikatakan berhasil jika pada diri khalayak sasaran menunjukkan indikator tersebut.

Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan produktif untuk medapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah (manajer), para guru dan para pegawai. Proses yang ditempuh untuk mendapatkan hasil terbaik dan produktif tersebut adalah dengan membagi tanggungjawab secara proporsional kepada para guru. Satu hal yang penting dalam proses pemberdayaan ini adalah melibatkan guru dalam proses mengambil keputusan dan tanggungjawab. Melalui proses pemberdayaan itu diharapkan guru memiliki kepercayaan diri.

Yang dimaksud dengan pemberdayaan dalam standar kompetensi dan sertifikasi adalah untuk memperbaiki kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Di sisi lain, untuk memberdayakan sekolah harus pula ditempuh upaya-upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat setempat, di samping merubah paradigma pendidikan yang dimiliki oleh para guru dan kepala sekolah. Mereka perlu tahu terlebih dahulu, memahami akan hakikat, manfaat dan proses pemberdayaan peserta didik. Maka standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan  merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan potensi guru agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan. Prinsip yang harus dipakai dalam pemberdayaan guru melalui standar tersebut terjadi melalui beberapa tahapan. Pertama, guru harus mengembangkan kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh keterampilan agar mampu bekerja dengan baik. Kedua, mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidak mampuannya dan mengalami peningkatan kepercayaan diri. Ketiga, seiring dengan tumbuhnya kepercayaan dan keeterampilan, para guru bekerja sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber daya yang akan berdampak pada kesehateraan dan mampu mencapai tingkat profesionalitas sebagai tenaga kependidikan.

Menurut Chamberlin, tingkat-tingkat professional terdiri dari cadet teacher, executive teacher, lead teacher, master teacher, provisional teacher, profesioanl teacher, regualar teacher, senior teacher, special teacher, teacher assistant, teacher intern dan team leader. Yang termasuk dalam kategori guru professional adalah senior teacher, master teacher, lead teacher dan professional teacher. Guru professional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. Guru-guru ini diharapkan dapat dan dikualifikasikan untuk mengajar di kelas yang besar dan bertindak sebagai peimpinan para anggota staf lainnya dalam membantu persiapan akademis sesuai dengan minatnya. Profesionalitas menurut Pasal 7 ayat 1 Undang–undang Guru tahun 2006 dinyatakan sebagai bidang pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.    Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
b.    Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaann dan akhlak mulia
c.    Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
d.    Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e.    Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
f.    Memperoleh penhasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
g.    Memilki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
h.    Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan
i.    Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Undang-undang pasal 7 ayat 1 di atas memilki konsekuensi terhadap kualifikasi, kompetensi dan profesi guru yaitu menyiapkan calon guru yang kualified (berkualitas) dengan memberi bekal bidang studi, ilmu pendidikan dan ilmu keguruan beserta praktek persekolahan yang memadai untuk jenis guru yang diperlukan. Oleh karena itu mereka harus disiapkan untuk mempelajari ilmu pendidikan dan dan bidang studi, Karena keduanya mendukung kompetensi paedagogik, kompetensi bidang studi dan ilmu keguruan beserta praktek nyata disekolah. Ini merupakan media untuk melatih calon guru professional, terampil mengolah cara pembelajaran dan cara evaluasi, cara membaca kurikulum, cara membuat, memilih dan menggunakan media pembelajaran dan cara evaluasi, baik dengan tes maupun observasi. Melalui proses pembinaan ini akan terbentuk kompetensi personal dan hal lain yang diinginkan.
Terhadap konsekuensi kesejahteraan, sebagaiamana diatur dalam undang-undang guru tahun 2006 sudah sangat terperinci dengan persyaratannya masing-masing, namun akan menimbulkan efek kecemburuan sosial di antara guru yang berada dalam satu sekolah. Karena tunjangan hanya diberikan kepada guru yang telah mendapat sertifikasi seperti yang telah diatur dalam undang-undang guru pasal 16 ayat 1, padahal makna sertifikat itu tampaknya lebih mengarah pada formalitas dan kurang substansial, terutama bagi guru-guru yang telah mengajar sekian lama yang masih dalam status sebagai guru honorer. Begitu juga dengan konsekuensi sertfikasi yang tidak memberikan sertifikasi kepada guru yang merupakan lulusan pendidikan keguruan tentunya akan mengundang pertanyaan, bagaimana nasib mereka? apakah mereka harus mengulang lagi apa yang telah mereka pelajari saat mempelajari kurikulum pendidikan professional guru karena tidak lulus ujian sertifikasi? Kalau demikian berarti telah terjadi kemubadziran, baik waktu, tenaga maupun dana. Bila calon guru telah lulus dari pendidikan guru, artinya ia telah menyelesaikan semua persyaratan akademik dan keterampilan mengelola kelas berdasarkan kurikulum yang disediakan, sehingga bila sertifikasi diberikan di luar sistem pendidikan guru, maka akan terjadi pengulangan-pengulangan bahkan dapat mencemari hasil klinik pendidikan yang diperoleh guru selama bertugas di sekolah. Seharusnya guru juga memperoleh perlindungan hukum yang diperlukan, karena pada dasarnya ini merupakan perlindungan hukum bagi mereka dalam melaksanakan tugasnya. Terutama dalam melindungi dirinya dari tinddakan sewenang-wenang pimpinan sekolah, sesama guru, dengan siswa dan orang tuanya serta masyarakat. Payung hukum yang terpenting adalah yang terkait dengan terpenuhinya kesejahteraan yang telah diatur dalam undang-undang seperti, kenaikan pankat, terpenuhinya atas hak-haknya dan lain-lainya.

Akan tetapi perlu menjadi perhatian bahwa dalam kesejahteraan khususnya tentang sistem penggajian guru sebaiknya tidak diatur dalam PGPS yang diberlakukan bagi seluruh PNS, karena akan muncul kecemburuan antara gaji guru dengan anggota pegawai negeri yang lainnya terutama dalam bentuk kenaikan gaji khusus untuk guru tetap bisa menjadi sumber kecemburuan PNS yang lain. Oleh karena itu sebaiknya gaji guru diatur secara tersendiri, seperti seperti pemikiran “rekomendasi-rekomendasi untuk pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan” oleh Anonim. Bagi guru di daerah terpencil gaji guru diberikan berdasarkan perjanjian dalam kontrak kerjanya agar rangsangan untuk mau bekerja di tempat yang terpencil, maka dibutuhkan insentif yang besar untuk mereka sehingga dari menjalankan kontrak itu mereka dapat menabung untuk hidup pasca kontrak. Sebaiknya gaji guru tidak diatur berdasarkan ijazah, akan tetapi berdasarkan umur atau pengalaman mereka atau prestasi mereka, karena kapasitas mereka sebagai guru berkembang dalam proses perjalanan berdasarkan pengalaman mereka dan tidak terjadi sesaat. oleh karena itu pengalaman guru menjadi ukuran imbalan mereka dalam menjalankan tugas bukan ijazah (entry-level ability), dan yang lebih operasional adalah umur atau masa kerja yang menjadi dasar penentuan gaji guru. Sedangkan ijazah untuk menentukan relevansi dijenjang dan jenis pendidikan  mana guru itu seharusnya mengajar, sesuai dengan kesiapan pendidikan jabatan mereka. Sedangkan pada tingkat entry-level ability, guru digaji sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup berdasarkan rekomendasi-rekomendasi untuk pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan. Meskipun demikian bukan berarti harus mengesampingkan pentingya sertifikasi, karena sertifikasi memang dibutuhkan untuk mengupayakan kualitas pendidikan yang bermutu, walaupun belum bisa memberikan jaminan akan kualitas guru yang mumpuni dan memiliki kemampuan yang baik. Karena sifatnya hanya masih terbatas pada sarana dan instrumen untuk mencapai suatu tujuan, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya kesadaran dan pemahaman dari semua pihak bahwa sertfikasi adalah sarana untuk menuju perubahan berupa kualitas pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu proses sertifikasi ini harus diikuti dengan langkah konkrit terhadap guru-guru yang belum atau tidak memiliki sertifikat agar tetap bisa mengajar apalagi bagi mereka yang telah lama mengabdikan dirinya menjadi tenaga pendidikan bertahun-tahun.

Kesimpulan
Proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelakasaan tugas dan fungsinya sebagaimana diungkapkan Tilaar, harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, system rekruitmen guru, pembinaan dan peningkatan karir guru.
  1. Kesejahteraan guru dapat diukur dari gaji dan insentif yang diperoleh.  Gaji guru Indonesia saat ini masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rendahnya kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja, semangat dan pengabdian dan uapaya mengembangkan profesionalismenya dan berdampak pada kualitas yang rendah. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan kesejateraan lain yaitu prosedur kenaikan pangkat, jaminan rasa aman, kondisi kerja, kepastian karir, penghargaan terhadap tugas atau peran keguruan. Kenaikan gaji tersebut juga sebaiknya tidak hanya dari pemerintah pusat, melainkan didukung oleh pemerintah daerah serta partisipasi masyarakt dan dunia usaha.
  2. Tunjangan fungsional yang merupakan insentif bagi guru sebaiknya diberikan dengan pertimbangan : (a) Kesulitan tempat bertugas, (b), Kemampuan, keterampilan dan kreativitas guru, (c) Fungsi, tugas dan peranan guru di sekolah, (d) Prestasi guru dalam mengajar, menyiapkan bahan ajar, menulis, meneliti, dan membimbing serta berhubungan dengan stakeholeder. Dalam hal ini guru perlu diberikan kesempatan bersaing untuk memperoleh penghargaan berbentuk insentif.
  3. Sistem rekruitmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas di tempat yang diinginkan dengan mempertimbangkan asal tempat calon guru, proses seleksi yang ketat, menetapkan batas waktu tugas untuk bisa mengajukan mutasi atau pindah, pemberian insentif dan jaminana bagi calon guru yang ditempatkan di daerah terpencil, memperrketat disiplin disertai sanksinya, berpartisipasi bersama masyarakat terhadap kesejahteraan, kenyamanan, tempat tinggal dan kesehatan terutama bagi guru yang berasal dari daerah lain.
  4. Untuk mengisi kekurangan guru SD, SLTP dan SLTA yang jauh dari kota, sebaiknya memberdayakan lulusan daerah setempat dengan legitimasi pemerintah setempat. Sedangkan bagi yang bukan berasal dari LPTK dapat menempuh langkah pendidikan akta mengajar atau program PGSD.
  5. Pendidikan dan pembinaan guru dapat dilakukan dengan cara pendidikan pra jabatan, pendidikan dalam jabatan dan pendidikan akta mengajar.
Daftar Pustaka
B. Uno, Hamzah, Profesi Kependidikan; Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan Indonesia, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007.
E, Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007.
Isjoni, Bersinergi Dalam Perubahan :Menciptakan Pendidikan Berkualitas di Era Global, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008
MS, Djohar, Guru, Pendidikan dan Pembinaannya : Penerapannya dalam Pendidikan dan UU Guru Yogyakarta : CV. Grafika Indah, 2006.
Noer Ali, Heru dan Munzier S,  Watak Pendidikan Islam, Jakarta : Friska Agung Insani, 2003.
Nurdin, muhammad, kiat menjadi guru profesioanl, yogyakarta : ar-ruz media, 2004.
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Penndekatan Kompetensi, Jakarta :PT. Bumi Aksara, 2006.
Suparlan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta : Hikayat Publishing, 2006.
Sanaky, Hujair AH., dalam Seminar Regional tentang “ Peningkatan Profesionalitas Guru Menunjang Keberhasilan Sertifikasi”, oleh Fakultas Ilmu Agama Islam-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2008.
http://www.kopertis4.or.id/aturan/undang%20undang/uu%20ttg%20sisdikna%20no.%202%20th%201989/UU%20No.%202%20th%201989%20ttg%20sisdiknas.pdf. Akses 5 Oktober 2008.

1 komentar:

  1. Halo,

    Nama saya Mia Aris.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800.000.000 (800 JUTA ) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com.
    Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.

    BalasHapus