Selamat Membaca & Semoga Bermanfaat

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 16 Februari 2024

Khutbah Jumat Terbaru: Pasca Pemilu

 

Melewati Dinamika Pemilu, Mari Menyatu Kembali[1]

 

 

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، يُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ يَشَاءُ وَيَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ يَشَاءُ وَيُعِزُّ مَنْ يَشَاءُ وَيُذِلُّ مَنْ يَشَاءُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ،

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً عَصَمَ اللهُ قَائِلِيهَا دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الإِسْلَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ اللهُ بِالْهُدَى رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ،

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَبَارِكْ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ فِي الأَوَّلِيْنَ وَالأخِرِيْنَ وَفِي كُلِّ حِيْنٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،  أُوْصِيْكُمْ  وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ،

قال الله عز وجل: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Melalui mimbar ini, Alfaqir mengajak kepada hadirin semua, juga kepada diri sendiri agar senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah swt, di manapun kita berada, dengan cara berusaha maksimal menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Insyaallah jika komitmen dan istikamah dengan takwa, kita akan selamat di kehidupan dunia sampai akhirat, dan akan mendapat kemuliaan di sisi Allah swt.


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Kita sudah melewati berbagai tahapan pemilihan umum (Pemilu) di tahun ini. Yang terakhir, kita sudah berpartisipasi aktif dengan menggunakan hak pilih kita kepada calon presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD. Harapannya, lahir pemimpin bangsa dan legislator yang benar-benar amanah, mengayomi rakyatnya, dan menebar kecintaan kepada semua warga Indonesia.

Pilihan kita tentu tidak bisa seragam. Inilah demokrasi kita yang memberikan kepada semua warga Indonesia kebebasan yang mutlak dalam memilih calon pemimpin. Kita tidak bisa dipaksa pihak lain untuk memilih calon-calon tertentu.

Demokrasi mengajak kita untuk memilih calon pemimpin, calon legislatif sesuai hati nurani dan preferensi yang didasarkan pada program yang ditawarkan, rekam jejak, integritas, dan lain sebagainya.


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Berbagai dinamika di tahun politik sudah kita saksikan bersama, dan alhamdulillah dapat kita lalui. Rakyat Indonesia sudah menunaikan hak pilihnya masing-masing. Para simpatisan, pendukung, tim sukses sudah bekerja maksimal. Kini saatnya berdoa dan bertawakal kepada Allah swt.

Apapun hasilnya, bila semua tahapan dilalui dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku, kita harus terima. Di sinilah sikap kedewasaan kita kemudian diuji, kita harus legowo bila calon yang kita pilih belum ditakdirkan menjadi pemimpin saat ini. Kita juga harus ikhlas dan menjauhi sikap-sikap yang tak pantas.

 

Saatnya kita menyatu kembali. Dalam konteks kebangsaan, kita adalah satu dan menyatu dalam satu negara, yaitu Indonesia. Kepentingan kita adalah menjaga negeri ini tetap utuh. Dan keutuhan tersebut dapat diwujudkan oleh rakyatnya yang selalu mencintai persatuan, mencintai perdamaian, dan mencintai persaudaraan. Terkait pentingnya persatuan ini, Allah swt telah berfirman dalam Al-Qur'an:


وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

 

Artinya, “Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara.” (QS Ali ‘Imran [3]: 103)

 

Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib menyatakan para ulama ahli tafsir memiliki pandangan yang berbeda-beda perihal maksud dari hablillah (agama Allah).

Pertama, memiliki arti taat atas segala perintah dan menjauhi larangan.

Kedua, ada yang mengartikan dengan bertaubat kepada Allah.

Ketiga, ulama manafsirkan perihal spirit persatuan antarumat, dan pendapat yang terakhir itu merupakan pandangan yang paling kuat dari penafsiran lainnya.

Dengan demikian, membangun dan mempertahankan persatuan merupakan kewajiban kita semua yang tidak boleh dilalaikan. Semua media atau perantara penting yang bisa menjadi pendukung terciptanya persatuan harus kita lakukan. Salah satunya adalah dengan menumbuhkan sifat saling menghargai, mengakui keragaman, dan tidak saling menyalahkan antar yang satu dengan yang lainnya, meskipun kita beda pilihan politiknya.

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Persatuan sangat memiliki dampak positif di antara kita semua. Dengan persatuan itu, kita tidak lagi mempermasalahkan kecenderungan pilihan politik yang berbeda.

Kita diingatkan bahwa kita semua memiliki kepentingan yang lebih besar, yakni persoalan kebangsaan dan negara Indonesia yang kita cintai ini agar tetap tegak berdiri. Indonesia tidak boleh rusak dan pecah hanya gara-gara persoalan politik. 

Ikhtiar agar selalu merajut persatuan juga diajarkan Rasulullah saw. Nabi Muhammad adalah sosok yang sangat berjuang untuk menciptakan persatuan sejak masa awal kenabiannya.

Beliau tidak henti-hentinya mengajak para sahabat untuk terus bersatu menghindari perpecahan di saat khutbah. Dan, salah satu buktinya adalah keberhasilan nabi dalam mempersatukan dua sahabat, yaitu sahabat Anshor dan Muhajir, hingga tercipta sahabat yang solid dan saling bahu membahu antar keduanya.

Teladan Rasulullah dalam mengajak untuk bersatu ini terus dilanjutkan oleh para sahabat setelah ia wafat. Para sahabat selalu berupaya untuk terus mempertahankan persatuan yang telah diwariskan oleh baginda nabi.

Di antara contohnya adalah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud sebagaimana diceritakan dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir, bahwa dalam suatu kesempatan, ia berkhutbah di hadapan para sahabat yang lainnya untuk terus memperjuangkan persatuan dan kesatuan. Ia mengatakan:

خَطَبَنَا عَبْدُ الله يَوْمًا خُطْبَةً لَمْ يَخْطُبْنَا مِثْلَهَا قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا، قَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ أتَّقُوْا اللهَ وَعَلَيْكُمْ بِالطَّاعَةِ وَالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّهَا حَبْلُ اللهِ الَّذِي أَمَرَ بِهِ وَإِنَّ مَا تَكْرَهُوْنَ فِي الطَّاعَةِ وَالْجَمَاعَةِ خَيْرٌ مِمَّا تُحِبُّوْنَ فِي الْفُرْقَةِ

 

Artinya, “Abdullah bin Mas’ud telah berkhutbah kepada kami di suatu hari, dengan khutbah yang tidak pernah disampaikan sebelumnya atau sesudahnya. Ia berkata: Wahai manusia! Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan berpegangteguhlah dengan ketaatan dan persatuan, karena persatuan itu adalah tali Allah yang telah Dia perintahkan. Sungguh, apa yang dibenci dalam ketaatan dan persatuan, lebih baik dari apa yang disenangi dalam perpecahan.”


Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

 

Allah swt juga telah melarang kita melakukan tindakan-tindakan dan semua ucapan yang merusak persatuan. Semua itu harus kita hindari. Bahkan, Allah swt mengancam dengan azab yang sangat berat kepada orang-orang yang merusak persatuan ini, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:

وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

 

Artinya, “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS Ali ‘Imran [3]: 105).

 

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Demikian khutbah Jumat ini. Semoga bermanfaat. Terakhir, Alfaqir kembali mengajak kepada semuanya, mari kembali rajut persatuan dan persaudaraan kita. Hiruk-pikuk Tahun politik sudah kita lewati. Saatnya kita bersatu lagi.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

 



 

 

 

 

 

 

 

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا.

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ.

اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.

وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

 



[1] Syamsul Arifin, dalam https://jombang.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-melewati-dinamika-pemilu-mari-menyatu-kembali-3bcs1

Selasa, 23 Juni 2015

 Nilai Spiritual-Sosial Ramadhan

Pendahuluan
Puasa dalam bahasa Arab adalah shaum.  Shaum secara bahasa berarti  imsak (menahan) dan secara istilah syari’ah, menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan hal-hal lain yang membatalkannya sejak subuh hingga terbenam matahari dengan niat ibadah. Ibadah puasa Ramadhan pertama kali disyariatkan pada tanggal 10 Sya`ban ditahun kedua setelah hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah sesudah diturunkannya perintah penggantian kiblat dari masjidil Al-Aqsha ke Masjid Al-Haram. Puasa Ramadhan merupakan bagian dari rukun Islam yang ke tiga. Maka jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan termasuk bagian daripada mengingkari rukun Islam yang berakibat gugurnya keIslaman seseorang. Dasar hukum kewajiban menjalankan puasa Ramadhan bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’:
Dalam al-Qur’an disebutkan: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” (Q.S. al-Baqarah [2]: 183).

Sementara Rosulullah SAW telah bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إلهَ إِلاَّ الله ُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
"Islam dibangun di atas lima perkara: Syahadat, bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah, kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim, Abu Daud, dan An-Nasa’i Rosulullah SAW juga telah bersabda tentang kewajiban puasa Ramadhan:
Dari Thalhah bin Ubaid ra bahwa seseorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya,” Ya Rasulullah SAW , katakan padaku apa yang Allah wajibkan kepadaku tentang puasa?” Beliau menjawab,”Puasa Ramadhan”. “Apakah ada lagi selain itu?”. Beliau menjawab, “Tidak, kecuali puasa sunnah” (H.R. Bukhori, Muslim, Abu Daud, dan An-Nasa’i).

Sedangkan dalam Ijma’ yang berarti kesepakatan para mujtahid Islam tentang hukum syari’ah setelah meninggalnya Rosulullah SAW, umat Islam telah sepakat atas kewajiban melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.

Keistimewaan Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa dan selalu dinanti oleh kaum muslimin dan muslimat karena didalamnya Allah SWT telah membuka semua pintu surga dan ditutup seluruh pintu neraka dan syaitan-syaitan dibelenggu. Bahkan Allah SWT juga menjanjikan rahmatNya dan ampunan serta hari pembebesan dari neraka. Pada bulan tersebut segala pikiran dan tindakan orang-orang beriman juga akan selalu terkontrol oleh diri mereka sendiri karena betul-betul sedang menjalankan suatu ibadah yang sangat istimewa dan hanya diberikan bagi umat Islam yang beriman.  Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (H.R. Bukhori dan Muslim)
Selain itu  Allah SWT menjadikan Ramadhan sebagai bulan diturunkannya al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam surat al Baqarah ayat 185:
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 185).

Ramadhan  disebut juga sebagai bulan al-Qur’an. Rasulullah SAW. pernah bersabda tentang faidah puasa dan al-Qur’an yang akan memberikan syafaat kepada hamba dihari kiamat. ”Puasa akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalangi-nya dari makan dan syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan syafa‘at untuknya.’ Sedangkan al-Qur’an akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dan tidur di malam hari, maka perkenankan aku memberikan syafaat untuknya” (H.R. Imam Ahmad dan at-Thabrani).

Pada sepuluh hari terakhir dibulan tersebut terdapat malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan yaitu suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan ialah lailatul qadar. Karena di antara sepuluh malam terakhir itulah diturunkannya al-Qur’an.
”Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, yaitu malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan”. (Q.S. al-Qadr [97]: 1-3).
Dan Allah SWT juga berfirman:
”Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. ad-Dukhan [44]: 3).   
Ramadhan ternyata juga meruapakan salah satu waktu yang mustajab untuk  berdoa seperti sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ
”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (H.R. al-Bazaar). 

Dalam riwayat lain beliau juga bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizholimi”. (H.R at-Tirmidzi)
Apabila dibandingkan dengan ibadah lainnnya, puasa memiliki nilai keutamaan yakni mengajarkan manusia untuk hanya berserah diri kepada Allah SWT. Pada saat menjalankan ibadah puasa, seseorang dituntut secara sadar dan ikhlas bahwa segala niat, ucapan dan perbuatannya pasti akan diketahuai oleh Allah SWT sehingga ia akan menahan diri untuk melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa dengan niat murni hanya mengharapkan ridhoNya.
Ulama Imam al Ghazali menempatkan tiga golongan orang yang berpuasa, yaitu:
1.    Shaum al ‘am; yaitu puasanya orang-orang yang hanya mampu menahan lapar dan syahwat biologis.
2.    Shaum al khash; yaitu puasanya oran-orang sholeh yang mampu menahan anggota tubuhnya dari enam perkara: pertama, menjaga mata dari melihat hal-hal yang tidak baik menurut agama; kedua, menjaga lisan dari perkataan dusta, fitnah dan keji; ketiga, menjaga telinga dari mendengar segala sesuatu yang tidak pantas dan haram untuk didengar; keempat, menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan-perbuatan negatif; kelima, tidak berlebihan saat berbuka puasa; dan keenam, menjaga hati untuk senantiasa memiliki rasa takut dan harapan agar puasanya diterima oleh Allah SWT sehingga masuk dalam kelompok orang-orang yang beruntung.
3.    Shaum al khas al khas, yaitu puasa yang meliputi hati dari sesuatu yang hina dan rendah, urusan-urusan duniawi kecuali yang apa-apa yang menjadi bekal diakhirat nanti. Bentuk puasa ini hanya mampu dillaksanakan oleh para nabi, orang-orang yang jujur dan yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT.
Hikmah Puasa Ramadhan
    Melalui kegiatan ibadah puasa Ramadhan secara tidak langsung bagi yang melaksanakanya akan merasakan dampak positif yang luar biasa terutama peningkatan iman dan takwa karena segala upaya dan daya dilakukan dengan sebaik mungkin dengan mengamalkan segala kebajikan dan berbagai anjuran ibadah untuk mencapai derajat yang paling mulia di sisi Allah SWT sebagaimana firman-Nya:


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Q.S. al-Baqarah [2]: 183).
    Selain sebagai bulan penuh anugerah, Ramadhan juga harus dijadikan sarana dan waktu yang tepat untuk belajar, melatih dan menempa diri terhadap segala tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma agama dan sosial. Karena dengan berpuasa kita diharuskan untuk bisa menahan godaan-godaan duniawi bahkan melalui ramadhan umat Islam diajarkan untuk saling mengerti, menghormati dan menghargai satu sama lainnya. Tingkat solidaritas sosial yang dipupuk dan dibina selama satu bulan penuh diharapkan mampu menciptakan manusia-manusia unggul yang bisa hidup berdampingan dalam kerangka keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang maha Esa. Kepedulian sosial juga terus ditanamkan dalam puasa Ramadhan seperti memperbanyak shodaqoh, amal jariyah, memberikan bantuan kepada yang membutuhkan tanpa mengharapkan imbalan, menyantuni kaum dhuafa dan sebagainya. Semua itu dilakukan dengan kesadaran diri karena pentingnya bulan Ramadhan. Apalagi kondisi sosial masyarakat Indonesia yang kini tengah mengalami berbagai krisis ekonomi selain krisis lainnya yang terus membuat masyarakat lemah terus terpuruk dan tingkat kemisikinan kian bertambah.
    Dengan kandungan nilai-nilai spiritual-sosial Ramadhan, maka sejatinya visi Islam sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam akan tercapai.
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Q.S. al-Anbiyaa’[21]: 107)
Kenapa demikian? Karena Islam dengan sangat jelas mengajak umatnya untuk hidup berdampingan dan menghargai terhadap sesamanya. Ketika menjalankan ibadah puasa yang dirasakan oleh semua tingkat sosial masyarakat adalah sama-sama lapar, haus dan dahaga dan menahan diri untuk tidak berbuat hal-hal yang merugikan diri dan ibadahnya serta orang lain. Apabila kebiasaan tersebut dapat dijalankan diluar bulan puasa maka alangkah indahnya kebersamaan dalam bermasyarakat.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-Ibadah fil Islam mengungkapkan lima manfaat puasa yang bisa kita rasakan dalam bulan Ramadhan, yaitu:
  1. Menguatkan jiwa. Dalam hidup hidup tidak sedikit manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, kemudian ia menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat manusia tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Apabila dalam peperangan ini mereka mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan kepada kesesatan. "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S. al-Jaatsiyah [45]: 23). Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah SWT.
  2. Mendidik kemauan. Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar. Karena puasa itu sendiri bagian dari kesabaran.
  3. Kesehatan. Selain untuk kesehatan spiritual (rohani), puasa yang dijalani dengan baik dan benar akan mempengaruhi kesehatan fisik. Menurut para ahli kesehatan pada saat-saat tertentu perut harus diistirahatkan dari kerja memproses makanan yang masuk.
  4. Mengenal nilai kenikmatan. Dengan puasa manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga diajarkan untuk merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang telah Allah berikan. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil. "Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Q.S. Ibrahim [14]: 7)
  5. Mengingat dan merasakan penderitaan orang lain. Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya  enderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan. Maka diakhir Ramadhan diwajibkan untuk membayar zakat yang bisa dimaknai sebagai simbol solidaritas. zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya sebagai wujud pensucian jiwa dan harta kita yang dimiliki.
Dari uraian diatas sangat jelas sekali bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan keseimbagan hidup bagi pemeluknya yaitu kaum muslim yang beriman dari berbagai sudut pandang baik jasmani, rohani, sosial, hukum dan norma-norma lainnya yang mengajarkan kepada manusia untuk dapat menjalani hidup sesuai dengan tuntunan sunnah Rosulullah SAW yang diutus hanya untuk menyempurnakan ahlak. Dengan puasa dibulan Ramadhan diharapkan pula akan terlahir kembali manusia-manusia unggul yang memiliki keimanan yang kuat dan bertakwa kepada Allah SWT dan mempunyai jiwa sosialis yang tinggi.

 



Senin, 22 Juni 2015

Pengadilan Agama Dan Kewenangan Barunya

Pendahuluan
Di era reformasi kesadaran dan semangat untuk menerapkan lebih banyak lagi norma ajaran Islam melalui kekuasaan (legislasi) semakin tumbuh. Sementara semangat reformasi di dunia peradilan menumbuhkan tekad agar semua lembaga peradilan berada dalam satu wadah penyelenggara kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung (one roof sistem), tanpa terkeuali Pengadilan Agama  Konsekuensinya Undang-undang mengenai lembaga peradilan harus direvisi sesuai dengan semangat satu atap dunia peradilan di Indonesia tersebut.
Bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sebelum berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang diperjelas dalam Penjelasan Umum angka 2 alenia ketiga Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 meliputi bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, dan  hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta waqaf dan shadaqah.
Download selengkapnyad di:  https://userscloud.com/0fy0zp9mwuvg
   
    Proses Litigasi Pengadilan
    Pembahasan
  1. Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
  2. Kewenangan Baru Pengadilan Agama
Daftar Pustaka

Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press
Majalah Hukum Varia Peradilan, 2008, Tahun Ke XXIII No. 266, Januari, Jakarta : IKAHI
Undang-Undang Dasar 1945
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/EKONOMI%20SYARIAH/PARADIGMA%20PENYELESAIAN%20SENGKETA%20PERBANKAN%20SYARI.pdf. Diakses Rabu 10 April 2013.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15990/mengurai-benang-kusut-badan-Arbitrase-syariah-nasional. Diakses Rabu 10 April 2013.


Sabtu, 20 Juni 2015

Intelektualitas Dan Religiusitas Dalam Wacana Pemikiran Islam Dan Barat Dan HMI (Telaah Kritis Terhadap Posisi HMI Dalam Melihat Bentuk Intelektualitas dan Relegiusitas antara Pemikiran Islam dan Barat)

Pendahuluan
Kata Sejarah (History) yang kita gunakan pada sekarang bersumber daripada perkataan Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Dari sisi lain, istilah history merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Yunani yakni Histories yang memberikan arti atau bermakna suatu penyelidikan ataupun pengkajian. Menurut “Bapak Sejarah” Herodotus, Sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan suatu perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban. Mengikut definisi yang diberikan oleh Bapak ilmu pengetahuan, Aristotle, bahwa Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.

Sejarah dalam artian lain digunakan untuk mengetahui masa lampau berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang sahih yang berguna bagi manusia dalam memperkaya pengetahuan agar kehidupan sekarang dan yang akan datang menjadi lebih cerah. Dengan demikian akan timbul sikap waspada (awareness) dalam diri semua kelompok masyarakat karena telah mempelajari Sejarah, hal ini dapat membentuk sikap tersebut terhadap permasalahan yang dihadapi agar peristiwa-peristiwa yang berlaku pada masa lampau dapat dijadikan pengajaran yang berguna. Pengertian Sejarah bisa dilihat dari tiga dimensi yaitu epistomologi (kata akar), metodologi (kaedah sesuatu sejarah itu dipaparkan) dan filsafat atau pemikiran peristiwa lalu yang dianalisa secara teliti untuk menentukan apakah ia benar atau tidak

Sejarah Intelektual
Sejarah Intelektual mengacu pada sejarah pemikiran manusia dalam bentuk tertulis. Sejarah ini tidak bisa dianggap tanpa pengetahuan tentang pria dan wanita yang dibuat, dibahas, menulis tentang dan dalam cara-cara lain yang terkait dengan ide-ide sejarah Intelektual erat terkait dengan sejarah filsafat dan ide-ide sejarah . Premis sentral adalah bahwa ide tidak berkembang di isolasi dari orang-orang yang membuat dan menggunakan mereka dan bahwa orang harus belajar ide-ide tidak sebagai proposisi abstrak tapi dari segi budaya, kehidupan dan konteks sejarah yang dihasilkan mereka.

Sejarah intelektual bertujuan untuk memahami ide-ide dari masa lalu dengan pemahaman mereka dalam konteks. Konteks Istilah '' dalam kalimat sebelumnya adalah ambigu: bisa politik, budaya, intelektual dan sosial.

Pertama, dapat membaca teks yang baik dalam hal konteks kronologis (misalnya, sebagai kontribusi terhadap disiplin atau tradisi seperti yang diperpanjang dari waktu ke waktu) atau dalam hal saat intelektual kontemporer (misalnya, sebagai berpartisipasi dalam debat tertentu ke waktu dan tempat tertentu). Kedua, tindakan kontekstualisasi adalah tipikal dari apa yang dilakukan sejarawan intelektual, atau mereka eksklusif. Secara umum sejarawan, intelektual berusaha untuk menempatkan konsep dan teks-teks dari masa lalu dalam beberapa konteks.

Adalah penting untuk menyadari bahwa sejarah intelektual bukan hanya sejarah intelektual. Ini studi ide seperti yang dinyatakan dalam teks, dan karena itu berbeda dari bentuk-bentuk lain dari sejarah budaya yang berhubungan juga dengan bentuk-verbal dan non visual bukti. Setiap ditulis jejak dari masa lalu dapat menjadi obyek sejarah intelektual. Konsep dari intelektual relatif baru, dan menyarankan orang profesional yang bersangkutan dengan pikiran. Sebaliknya, orang yang telah menggoreskan pena di atas kertas untuk mengeksplorasi pikirannya dapat menjadi obyek sejarah intelektual.

Sejarah Intelektual Barat
Pada tahun 1898 teradapat seorang perwira berpangkat Kapten keturunan Yahudi dipecat dari dinas ketentaraan Perancis karena dicuirgai bekerja sebagai mata-mata pihak asing. Namanya adalah Albert Dreyfus.  Kasus Dreyfus  inilah kemudian menjadikan masyarakat Prancis terbelah dua yang membela dan yang mengutuk.  Yang mengutuk Dreyfus disebut oleh yang pertama sebagai
anti-semit atau rasis dan pembela Dreyfus disebut sebagai les intellectuels dan déracinés oleh yang kedua. Diantara pembelanya seperti Emile Zola (1840-1902), Emile Durkheim (1858-1917) dan Anatole France (1844-1924), sedang yang mengutuk adalah seperti Maurice Barrés (1862-1923) dan Fedinand Brunetiére.
Nah, dari kasus inilah kemudian sebutan intelektual lebih merupakan pemburukan dari pada sanjungan, yang berlaku tidak hanya di Perancis, tapi juga di Inggris dan Amerika.

Macam-macam Teori Intelektual
Teori Intelektual Barat
Julien Benda (1867-1956), Lewat buku monumentalnya, La Trahison Des Clercs (1927), Benda memberi beberapa catatan tentang intelektual.
Diantaranya, seorang intelektual adalah pejuang kebenaran dan keadilan, tekun dan menikmati bidang yang digelutinya, tidak ditunggangi ambisius materi dan kepentingan sesaat, berani keluar dari sarangnya untuk memprotes ketidakadilan dan menyuarakan kebenaran, walau mahal resikonya, dan oleh itu ia tidak takut penjara atau hidup susah. Singkatnya, sosok-sosok semacam Socrates, Yesus, dan Spinoza adalah profil yang sangat pas bagi Benda.

Antonio Gramsci (1891-1937) yang membagi intelektual menjadi dua macam; intelektual “tradisional” dan intelektual “organik”. Intelektual yang pertama adalah mereka para tokoh agama, guru/dosen, birokrat, dan seperti mereka inilah profil intelektual yang tidak membumi, hidup dalam ilusi dan utopia. Sedangkan yang kedua adalah intelektual yang aktif, tidak pernah diam, senantiasa berbuat sesuatu untuk masyarakatnya.

Di Inggris dan Amerika, istilah intelektual mempunyai konotasi negatif. Bagi masyarakat Inggris, intelektual itu sebutan bagi orang-orang yang irrasional, egois, ‘sok pintar’. Bahkan seorang sekretaris luar negeri di masa PM Margaret Thatcher, Sir Geoffrey Howe, menyifati Salman Rushdie (penulis buku “ayat-ayat setan”) sebagai ‘arrogant’, ‘a dangerous opportunist’, dan ‘amultiple renegade’. Lebih jauh lagi, Paul Johnson, lewat karyanya Intellectuals (1988), mengutuk kalangan inteletual dengan menyatakan, “no wises as mentors, or worthier as exemplars, than the witch doctors or priest of old” atau ‘tak layak jadi teladan.

Melihat akar sejarahnya, terlihat beberapa karakter penting ntelektual di Barat. Yakni: non-committal tak terikat dari segi ide; independent, tak terikat dari segi aksi; non-sectarian, untuk semua golongan; non-partisan, tidak memihak; non-conformis, pantang menyerah; rebellion, cenderung memberontak; oppositional, menentang arus; dan dissident, berani berbeda; resistent, menunjukkan perlawanan.

Teori Intelektual Islam
Kalau diperhatikan, ada makna universal dalam istilah intelektual, seperti ‘memperjuangkan keadilan dan kebenaran’, ‘pendirian kuat’, ‘tidak mudah terbawa arus’, dll. Makna universal ini ada di mana-mana, tidak saja di Barat.
Masalahnya adalah ketika makna universal diterapkan ke dalam partikular. Seperti menentang arus dalam konteks di dunia Kristen tidak akan sama kasusnya dengan menentang arus dalam konteks di dunia Islam. Membela kebenaran dalam konteks dunia Barat tidak sama dengan membela kebenaran dalam konteks dunia Islam.
Dengan demikian, dengan melepaskan makna partikulernya dan mengambil makna unversalnya, maka pemateri mengajak melihat makna-makna universal itu dalam Islam. Ternyata, kata pemateri, cendekiawan dan intelektual sejati itu dalam Islam adalah para Nabi dan penerusnya, waratsat al-Ambiya’ (pewaris para nabi)
dan penerus risalah profetis.

Periwayatan sejarah tentang pertumbuhan dan wacana kaum intelektual Muslim di Dunia Islam belum lagi tersedia secara memadai. Memang ada monografi-monografi tentang kaum intelektual Muslim di wilayah atau negara tertentu. Tetapi, sekali lagi, sejarah yang relatif lengkap dan komprehensif tentang kaum intelektual di Dunia Muslim secara keseluruhan sangat sulit ditemukan.

Padahal, kaum intelektual Muslim yang terpencar-pencar dalam berbagai lingkungan geografis terpisah sangat jauh, juga terhubungkan bukan hanya secara keimanan, tetapi juga secara intelektual. Bahkan, ketika kekuatan-kekuatan Eropa semakin mencengkeramkan kekuasaannya atas banyak wilayah Dunia Muslim sejak akhir abad ke-19 sampai Perang Dunia II, kaum intelektual Muslim yang terpencar-pencar itu justru semakin terkait dalam kepedulian yang sama; membebaskan kaum Muslimin dari penjajahan. Dan penjajahan itu bukan hanya berlangsung secara fisik, bahkan juga sangat boleh jadi juga secara intelektual.

Makna Religi (Religius)
Religi atau relegre (Latin) mengandung arti mengumpulkan, membaca. Tetapi menurut pendapat lain kata itu berasal dari religari yang berarti mengikat. Agama memang mepunyai sifat-sifat yang mengikat manusia. din dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata sankrit. Kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi tidak pergi tetap ditempat. Agama memang mempunyai sifat yang demikian.

Din dalam bahasa semit (Arab) berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, patuh, kebiasaan.
Intisari yang terkandung dalam istilah-istilah diatas adalah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Oleh karena itu agama diberi definisi-definisi sebagai berikut:

1.    Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekutan gaib yang harus dupatuhi manusia
2.    Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
3.    Percaya pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup yang tertentu.
Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari suata kekuatan gaib.
Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari kekuatan gaib.
4.    Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
5.    Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.

Intelektualitas dan Religiusitas Kader HMI
Salah satu ciri intelektual adalah tidak pernah puas dengan realitas yang ada. Intelektual senantiasa berpikir dan bertindak untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Terlebih lagi, kader HMI dituntut untuk menjadi bagian dari solusi atas persoalan – persoalan tersebut. Hal ini sudah ditegaskan dalam salah satu tujuan HMI, yakni turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT.

Komitmen HMI pada Islam sebagai ajaran dan umat Islam sebagai entitas empirisnya musti benar-benar berupaya diwujudkan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa hal yakni: Pertama, melanjutkan upaya pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. Ini hanya mungkin apabila HMI membangkitkan kembali wacana-wacana keislaman. HMI harus semakin mampu memainkan perannya untuk memproduksi gagasan-gagasan baru tentang Islam yang rasional, modern dan inklusif. Kedua, dengan senantiasa memperjelas identitas empiris ditengah-tengah dunia kemahasiswaan. Hal ini penting untuk menangkis gejala yang mulai berkembang di beberapa kampus-kampus umum: “Islam Yes, HMI No”. Kecenderungan itu muncul karena minimal HMI dikesan sebagai kurang jelas identitas keislamannya, pada peringkat empiris. Ketiga, memperkuat ruh spiritualitas dalam dinamika organisasi untuk mengimbangi perkembangan rasionalitas yang kadangkala terlalu maju. Artinya, harus ditegaskan bahwa kualitas seorang kader, salah satunya, diukur dari dimensi-dimensi spiritualitasnya.

Referensi
http://yoelit4.multiply.com/journal/item/1, akses 13 Mei 2010
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/biografi-aristoteles-bapak-ilmu-pengetahuan/, akses 13 Mei 2010
http://setracrew.multiply.com/journal/item/4/definisi_sejarah, akses 13 Mei 2010
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Intellectual_history&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhhX2IvsNoJllfPopz_aCaI_lGHWWg#Prominent_Individuals, akses 13 Mei 2010
http://donnyreza.net/lib/INSISTS/Tradisi_Intelektual_di_Dunia_Barat_dan_Islam.pdf, akses 13 Mei 2010
Benda, Julien, Penghianatan Kaum Cendekiawan, http://perpus.habibiecenter.or.id/index.php/catalogue/detail/id/1026
Diskusi anatara Dr. Adi Setia, Khalif Muammar, MA., Malki Abd. Natsir, MA., Nirwan Syafrin, MA., dan beberapa senior INSISTS ikut menikmati ramuan ilmiah sang pemateri, Dr. Syamsuddin Arif, seorang yang sempat singgah di Frankfurt, Jerman, untuk menempuh program doctor keduanya yang berlangsung di Kuala Lumpur, hari ke-23 bulan September 2007. Ditulis oleh Gunawan dalam http://grelovejogja.wordpress.com/2007/09/26/tradisi-%E2%80%9Dintelektual%E2%80%9D-di-dunia-barat-dan-islam/
Azra, Azyumardi, Intelektual Muslim di Dunia Islam, dalam http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A2970_0_3_0_M
http://dakwah-muslim.blogspot.com/2007/10/arti-agama.html, Akses 13 Mei 2010
http://pbhmi.net/index.php?option=com_content&view=article&id=566:sambutan-ketua-umum-hmi-cabang-sleman&catid=66:pidato&Itemid=168
http://www.insancita.4t.com/resensibuku/menggagasinklusivismereligius.html

Tantangan Hukum Islam Dalam Menghadapi Dunia Global

Pengantar
Seiring munculnya negara modern pada abad ke-19 di Eropa, hukum pun menjadi bersifat rasional dan liberal. Segala provisi hukum dituntut dapat dinalar dan diterima oleh semua pihak yang ada dalam ikatan kontrak sosial negara modern. Konsep negara dan hukum modern seperti ini merambah pula negara-negara muslim. Kodifikasi hukum negara mulai menggantikan pendapat-pendapat hukum para fuqoha. Bahkan, sejumlah gerakan sekular ikut pula mendorong dan menfasilitasi adanya pembelokan hukum dari para pendapat ahli hukum islam.

Dalam pusaran perubahan yang demikian, otoritas para ilmuwan hukum Islam menjadi terpojokkan “hanya” pada masalah-masalah ritual, ibadah, dan spiritualitas, sedangkan otoritas di bidang hukum lainnya pelan-pelan terkikis. Inilah yang menjadi tantangan masyarakat muslim saat ini: bagaimana membumikan “hukum langit” pada arus kehidupan negara bangsa (modern)? Dalam konteks Indonesia, tantangan itu mewujud pada pelbagai upaya untuk mensinergikan keislaman dan keindonesiaan untuk membentuk hukum nasional yang lebih kokoh dan realistis. Salah satu caranya adalah melakukan rekonstruksi internal atas hukum Islam itu sendiri. Namun nampaknya permasalahan dan solusinya hukum islam saat ini harus bersifat general (globa) seiring dengan kemajuan zaman yang menuntut adanya formulasi hukum islam yang mencakup semua lini kehidupan sehingga dapat diterima di tengah kondisi pluralitas bangsa dan dunia global. Reformulasi hukum islam sudah saat segera harus dilakukan mengingat tekanan hukum yang berasal dari barat lebih dominant. Bahkan bagi Indonesia bisa dikatakan sampai saat ini belum memiliki hukum sendiri karena hukum yang ada sampai sekarang merupakan warisan zaman kolonial belanda.

Reformulasi Hukum Islam, Sebuah Keharusan?
Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah "ya". Sejarah Indonesia telah membuktikan pergeseran dan perubahan format acara, scope dan otoritas hukum Islam (bukan perubahan substansi materi). Menguatnya dua bentuk hukum, hukum adat dan hukum Islam, pada masa formatif menjadi model awal hubungan hukum di Indonesia. Hal ini kemudian bergeser menjadi penguatan dua kutub kepentingan yang berfokus pada subyek yang berbeda, yakni negara dan masyarakat. Kalau pada masa awal terjadi persaingan, disamping proses akulturatif, antara hukum adat dan hukum Islam, maka pada masa-masa berikutnya sampai pada masa Orde Baru persaingan kekuatan itu berubah menjadi persaingan antara kepentingan masyarakat untuk tetap tunduk pada otoritas teks fikih klasik yang mentradisi melawan kehendak pemerintah untuk melakukan unifikasi hukum. Persaingan ini menjadi parameter ekspresi baru yang cukup sensitif antara state dan society. Kecenderungan persaingan seperti yang terakhir ini menjadi sangat jamak di banyak negara Muslim.

Pergeseran semacam tersebut di atas, dalam konteks Indonesia, secara jelas digambarkan oleh munculnya secara berurutan teori receptio in complexu, teori receptie dan teori receptio a contrario; teori-teori yang mengindikasikan perdebatan otoritas penerapan hukum Islam. Sudah pasti bahwa penerapan teori-teori tersebut di atas mempunyai pengaruh terhadap format hukum Islam yang selalu direformulasi sesuai dengan kehendak kekuasaan.

Usaha reformulasi hukum Islam pada masa ini sangat mempunyai peluang, sedikitnya karena empat alasan. Pertama, nuansa perpolitikan yang kerap kali menjadi hambatan manifestasi ide-ide baru pembaharuan hukum tampak mulai melunak dan membuka pintu perubahan. Terjadinya krisis legitimasi di kalangan elite politik, menurut Daniel S. Lev, seringkali menjadi peluang nyata bagi munculnya reformasi atau reformulasi hukum. Kedua, menguatnya kelas menengah (middle class) yang terdiri dari kaum intelektual, mahasiswa dan profesional. Kelas yang disebut sebagai linchpin oleh Lev dalam menjelaskan gerakan hukum ini menjadi the determining factor dalam perubahan-perubahan hukum di Eropa dan juga di Asia dan Afrika paska kolonial. Indonesia sendiri tentu bukan sebuah pengecualian. Munculnya pemikiran hukum yang cukup baru dan berani di kalangan yang kerap kali dicap sebagai tradisional serta maraknya kajian-kajian ilmiah di kalangan mahasiswa, plus demonstrasinya, merupakan salah satu qarinah bangkitnya kelas menengah ini. Ketiga, adanya semangat yang utuh untuk bergerak menuju terciptanya masyarakat madany (civil society) yang berarti pula pemberdayaan masyarakat sipil. Maka, mau tidak mau, perubahan-perubahan menuju keberpihakan terhadap masyarakat sipil menjadi suatu keniscayaan. Dan yang terakhir, munculnya sejarah baru perkembangan teori hukum yang mendukung perubahan hukum untuk kepentingan sosial di Indonesia, seperti teori sociological jurisprudence dalam hukum umum dan teori ‘urf dan maslahah dalam hukum Islam.

Terbuka lebarnya peluang untuk melakukan reformasi dan reformulasi hukum ini tentunya harus dimanfaatkan dengan melakukan sebuah pilihan bentuk reformulasi hukum yang diharapkan untuk terwujud. Tentunya, reformulasi hukum Islam yang diharapkan harus tetap mencerminkan karakter hukum Islam itu sendiri, yang bersifat elastis, adaptable dan applicable, yang bermuara pada terciptanya maqasid al-shari’ah, yakni kemaslahatan umum.
Untuk itu, maka reformulasi hukum Islam hendaknya lebih terfokus kepada kajian konteks, ketimbang kajian text. "Gugatan" terhadap dominasi teks fikih klasik yang banyak dianut secara buta sangat layak untuk dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut. Yang pertama, teks fikih klasik tidak memiliki klasifikasi yang cukup rapi dan ditulis dalam style abad pertengahan, sehingga kurang mendukung efektifitas dan efisiensi administratif. Kedua, concern kajiannya lebih banyak tentang hal-hal dan isu yang tidak relevan lagi dengan kondisi umat Muslim kontemporer. Dan ketiga, adanya tendensi scholastic isolation yang melahirkan fanatisme madzhab dengan menutup diri untuk respek pada kontribusi pemikiran-pemikiran kelompok lain.

Tentu saja, gugatan terhadap teks itu bukan berarti meninggalkan teks itu tidak tersentuh, melainkan membacanya secara komprehensif dengan melepaskannya dari konteksnya untuk kemudian ditata kembali secara progresif berdasarkan tuntutan konteks yang baru. Reinhart Kosselleck menyatakan: "Without the ability to read the past events and texts at several levels, that is to separate them from their original context and proggressively reorder them, an advanced interpretation of confusing historical reality would not have been possible."

Ketika kita berbicara tentang teks dan konteks, pelepasan konteks lama dan pengaplikasian dalam konteks yang baru, kerangka kerja interpretatif yang meliputi penggunaan teori dan pendekatan multidisipliner mutlak diperlukan, baik pendekatan dari disiplin ilmu ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Pendekatan-pendekatan seperti ini sangat jarang digunakan dalam pembuatan hukum di Indonesia, baik dalam praktek formal di Pengadilan Agama ataupun dalam praktek kemasyarakatan. Konsekuensinya adalah terciptanya gap yang begitu lebar antara what ought to be (apa yang seharusnya) dan what is (apa yang terjadi), atau antara law on the books dengan law in action yang terwujud dalam adat/ tradisi (the living law).

Dalam perkembangan terakhir, yakni munculnya KHI (kompilasi Hukum Islam), pendekatan sosiologis sudah tampak dengan jelas penggunaanya melalui pasal-pasalnya yang banyak melakukan kompromi dengan adat kebiasaan yang berlaku. Meskipun demikian, sebuah bentuk metodologi yang baku dan konsisten masih belum terlihat dalam KHI, sehingga ketidak ajegan istinbath hukum Islam kerap kali terjadi. Kerancuan metodologi hanya akan lebih banyak mewariskan kebingungan dari pada merangsang kreatifitas untuk berijtihad dan menciptakan kepastian hukum (legal necessity).

Ketidak pastian metodologi pengambilan hukum dalam KHI ini bisa jadi juga disebabkan oleh munculnya tekanan kepentingan politik yang begitu kuat, sehingga mengharuskan suatu pilihan hukum yang berbeda dengan pilihan hukum yang wajar yang akan didapat dari metodologi yang diambil secara normal.

Untuk itu, reformulasi hukum Islam mendatang mestinya membebaskan diri dari suatu keterpaksaan politik atau kekuasaan, walaupun kepentingan politik tetap menjadi suatu pertimbangan sebagaimana kepentingan sosial dan lainnya yang berada dalam konteks, dan mengarah kepada, kemaslahatan umum. Lebih dari itu, reformulasi tersebut harus berangkat dari suatu kepastian metodologi yang disepakati untuk dipakai dalam penetapan aturan-aturan formal. Metodologi istinbath hukum yang memberikan keluwesan pilihan hukum yang sesuai dengan konteks ke-Indonesiaan tentu harus menjadi pilihan. Sedangkan dalam penetapan putusan hukum di lembaga fatwa, seperti MUI, atau organisasi-organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah, PERSIS dan NU, dipersilahkan saja untuk menggunakan preference-nya masing-masing dalam hal penggunaan metodologi.

Tantangan dan Hambatan
Banyak pengamat hukum yang menyatakan bahwa unifikasi dan kodifikasi hukum dalam satu sisi memang menguntungkan karena ia menawarkan kepastian hukum, namun di sisi lain ia telah menjadikan hukum lamban untuk berubah, karena perubahan atau reformulasi hukum yang sudah dikodifikasikan akan memakan waktu yang sangat panjang. Pergeseran rujukan dari 13 kitab pilihan kepada KHI sebagai rujukan standard putusan PA saja telah membutuhkan waktu yang tidak kurang dari 32 tahun, termasuk pula upaya perubahan KHUP yang sampai saat ini masih terkatung-katung.

Dalam tataran pemikiran teoritisnya pun, ide-ide baru yang cukup bagus juga membutuhkan waktu yang lama untuk dipahami dan diterima oleh masyarakat. Ide Indonesiasi fikih yang dilontarkan oleh Hasbi Ash-Shiddiqie pada tahun 1960-an baru mendapatkan tanggapan positif secara umum pada awal tahun 1990-an. Berikut pula ide-ide Hazairin dan Munawir Sadzali yang sempat ditanggapai secara sinis dan negatif. Kenyatan ini harus dianggap sebagai sebuah tantangan dan hambatan bagi mereka yang akan melakukan reformulasi hukum Islam.

Tantangan dan hambatan berikutnya adalah kenyataan bahwa Undang-undang dan peraturan yang ada tidak sepenuhnya efektif pemberlakuannya dalam masyarakat. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Mac Cammack tentang hukum perkawinan di Indonesia. Ketidak efektifan ini bisa dilihat dari dua sisi. Bisa jadi hal tersebut disebabkan karena kurang pahamnya masyarakat akan Undang-Undang dan peraturan tersebut atau juga karena Undang-Undang dan peraturannya yang kurang bisa diterima secara sosial. Kalau kemungkinan pertama yang menjadi sebab, maka solusinya adalah pelaksanaan sosialisasi UU dan peraturan yang ada serta peningkatan pengetahuan masyarakat tentang hukum. Jika kemungkinan yang kedua yang terjadi, maka perlu diadakan perombakan metodologis dalam reformulasi hukum itu sendiri.

Kekentalan penganutan terhadap teks fikih klasik di kalangan masyarakat kebanyakan bisa merupakan obstacle bagi tersosialisasinya unifikasi hukum seperti KHI, yang tidak hanya mencampur adukkan penggunaan empat madzhab yang populer, melainkan pula menggunaan pendapat di luar madzhab tersebut. Oleh karena itu, untuk mempertemukan dua kutub ini, maka sebuah reformulasi hukum sangat baik jika dimulai dengan pemasaran ide-ide dasar metodologisnya.

Hambatan dan tantangan tersebut di atas sesungguhnya hanya bersifat normatif-sosiologis yang masih bisa secara bertahap diminimalisir, sedangkan secara psikologis, selama pilihan hukumnya benar-benar berpihak kepada kemaslahatan umum, reformulasi hukum Islam tidak akan mengalami hambatan internal yang cukup berarti.

Kesimpulan
Secara singkat uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Reformulasi hukum Islam merupakan suatu keharusan dalam rangka perbaikan aplikasi hukum Islam yang mengarah kepada terwujudnya kemaslahaan umum. Disamping itu, reforlmulasi juga dibutuhkan dalam rangka mempertegas eksistensi dan peranan hukum Islam di Indonesia serta memperjelas posisinya dalam peta pemikiran Islam di Indonesia, khususnya, dan dalam pemikiran hukum secara umum.
  2. Upaya reformulasi hukum Islam di era reformasi memiliki peluang yang cukup besar, disamping adanya suatu tuntutan, ternyata juga didukung oleh teori-teori hukum yang ada. Hambatan-hambatan yang ada kebanyakan hanya bersifat normatif-sosiologis yang bisa diatasi secara bertahap.
  3. Hendaknya reformulasi hukum Islam tidak lagi hanya berfokus kepada pilihan materi hukum, melainkan secara tegas harus memberikan penekanan pada kepastian metodologi istinbath hukumnya.


Sertifikasi Guru, Antara Profesionalitas Dan Kualitas Pendidikan Indonesia Serta Konsekuensinya Terhadap Undang-Undang Guru 2006

Bangkitlah, bangkitlah guruku, kehadiranmu tidak tergantikan
Biarlah dunia ini menjadi saksi:
Kau bukan guru negeri, kau bukan guru swasta
Kau adalah guru bangsa
(Dikutip dari Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M. Sc., Ed.)


Abstrak
Dengan adanya sertifikasi guru diharapkan akan memajukan dunia pendidikan indonesia terutama sumber daya manusianya yang kelak akan memimpin bangsa ini. namun pada tataran praksis sertifikasi tersebut terkesan hanya sebatas pada tindakan formalitas untuk memperlihatkan bahwa duniai pendidikan Indonesia akan mengarah pada perbaikan. Hal ini tenunya memunculkan stigma bahwa menjadi pendidik dan pengajar tidaklah mudah bahkan lebih memperlihatkan nilai materiil yang akan didapatkan oleh seorang guru ketika telah mendapatkan sertifikat mengajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa melihat perkembangan pendidik dan anak didik serta pendidikan itu sendiri  setelah proses sertifikasi dilalui.

Key words : Sertifikasi, Guru, Profesionalitas, Pendidikan dan Konsekuensi

Pendahuluan
Dunia pendidikan di negeri ini selalu menyisakan berbagai permasalahan yang berdampak pada kualitas pendidikan dan sumber daya manusia yang dihasilkan. Hal itu terjadi karena sampai saat ini pendidikan masih dipandang sebelah mata ketimbang sektor ekonomi yang menempati prioritas utama dalam pengelolaan bangsa ini. Kenyataan yang sungguh miris adalah politisasi dunia pendidikan yang bertendensi pada nilai komersil dengan berbagai intervensi dan hegemoni politik terhadap dunia pendidikan indonesia yang sampai saat ini masih berlangsung dengan minimnya anggaran untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun manusia seutuhnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, Bab Ii Pasal 4 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha Esa dan berbudi pekerti luhur,memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan kebangsaan.

Jelas sekali dalam rumusan pendidikan nasional tersebut menunjukkan dan memberikan ruang tersendiri bagi sekolah dan lembaga pendidikan lainnya untuk ikut andil berperan dalam mengemban tugas pendidikan. Karena pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat dan menjadi tumpuan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Selain itu pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka dan bangsa. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan kompetensi khususnya guru yang mampu mengajar dengan baik dan sesuai dengan standar yang diberlakukan sehingga dalam proses belajar-mengajar tidaklah seperti apa yang ada sekarang ini yakni mengajar tanpa memiliki kompetensi dan profesionalisme kependidikan.

Kompetensi guru dalam mengajar kini telah menjadi acuan utama untuk memberikan lisensi atau sertifikat dalam mengajar.  Dengan demikian, bagi seorang guru untuk memperoleh sertifikasi tersebut tentunya harus memiliki profesioanlitas dan kualitas yang baik dan unggul dalam segala kemampuan berupa kompetensi paedagogik, kepribadian, profesioanlitas dan sosial.  Apakah semua itu sudah dimiliki oleh guru-guru di Indonesia dalam mengajar? Inilah yang menarik bagi penulis untuk mengangkatnya menjadi sebuah wacana dan bahasan yang diharapkan nantinya bisa memberikan kontribusi dan perubahan serta kemajuan dalam dunia pendidikan Indonesia dengan menghasilkan out put yang baik dan mampu bersaing dalam kancah pendidikan internasional. Maka sejak undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disahkan pada Desember 2005, sertifikasi telah menjadi istilah yang sangat popular dan menjadi topik pembicaraan yang hangat di masyarakat terutama dalam dunia pendidikan. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, maka terdapat tiga fungsi, pertama, sebagai landasan yuridis bagi guru dari pebuatan dan tindakan semena-mena dari berbagai pihak, kedua, untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar dan ketiga, untuk meningkatkan kesejahteraan guru.
Hakikat Guru Sebagai Profesi

Guru merupakan suatu profesi yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan. Untuk itu, guru harus mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, antara lain :

  1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan dengan menggunakan berbagai media dan sumber pembelajaran yang bervariasi.
  2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
  3. Guru harus dapat membuat urutan (squence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
  4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajaran yang diterimanya.
  5. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharpakan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
  6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
  7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati atau meneliti dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
  8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
  9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
Guru dapat melakukan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan. Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian keahlian seorang guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar saja. Guru juga harus bisa menjadi contoh atau tauladan bagi anak didiknya karena guru memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didiknya.
Kenyataan Empiris Guru di Indonesia Berdasarkan Tuntutan Syarat Guru sebagai Profesi
Melihat kenyataan kondisi guru di indonesia saat ini sungguh jauh dari apa yang diharapakan yaitu adanya kesenjangan social hidup seperti kesejahteraan dan kenyamanan dalam mengajar. Hal ini didasarkan pada banyaknya tuntutan guru-guru yang meminta perbaikan nasib mereka dan keluarga. Terlepas dari kondisi demikian, kenyataan empiris guru di Indonesia berdasarkan tuntutan syarat guru sebagai profesi adalah :
Melihat kenyataan di atas terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam kehidupan guru ketika dihadapkan pada persoalan guru dalam profesinya. Terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan tentang hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan yaitu berhak memperoleh pengahasilan dan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, penghargaan yang sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual dan kesempatan untuk menggunakansarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Hak-hak tersebut dalam kenyataan keseharian mungkin masih dalam bentuk harapan dan belum menjadi kenyataan.

Walaupun demikian keadaan pendidikan Indonesia, namun pemerintah melalui menteri pendidikan nasional tetap menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan yang dijadikan alat untuk menilai kepatutan guru dalam mengajar yang sesuai dengan tingkat kompetensi dan profesioanlisme kependidikan.

Tim kerja Universitas Pendidikan Indonesia merumuskan tentang standar kompetensi guru yang berupa kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial.
Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan dalam : (a) Penguasaan ilmu pendidikan yang meliputi penguasaan landasan pendidikan, perkembangan peserta didik dan cara-cara membimbing peserta didik; (b) Pembelajaran bidang studi yang meliputi konsep dan metode belajar dengan pembelajaran bidang studi, evaluasi pembelajaran bidang studi, perencanaan pembelajaran bidang studi dan penelitian bagi bagi peningkatan pembelajaran bidang studi; (c) Praktik pendidikan dan pembelajaran bidan studi.

Kompetensi kepribadian merupakan integritas seluruh aspek guru yang meliputi seluruh aspek fisik-motorik, intelektual, sosial, konatif maupun afektif.

Kompetensi sosial meruapakan kemampuan dalam menjalin hubungan sosial secara langsung maupun menggunakan media di sekolah dan di luar sekolah.
Kompetensi professional merpakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara lebih luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik dan mencapai standar kompetensi.

Standar Kompetensi dan sertifikasi Sebagai Upaya Pemberdayaan Guru
Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan hidupnya. Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis serta tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Maka dari itu, diharapkan guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global. Kindervetter memberikan batasan pemberdayaan sebagai peningkatan pemahaman manusia untuk meningkatkan kedudukannya dimasyarakat. Peningkatan kedudukan itu meliputi kondisi-kondisi sebagai berikut:
  1. Akses, memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber daya dan sumber dana
  2. Daya pengungkit, meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya
  3. Pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang terhadap bebagai pilihan
  4. Status, meningkatnya citra diri, kepuasan diri dan memiliki perasaan yang positif atas identitas budayanya
  5. Kemampuan refkeksi kritis, menggunakan pengalaman untuk mengukur potensi keunggulannya atas berbagai peluang pilihan-pilihan dalam pemecahan masyarakat
  6. Disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan orang lain, dan
  7. Persepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap dirinya dan lingkungannya.
Kondisi-kondisi tersebut dapat dipandang sebagai hasil dari proses pemberdayaan. Dengan perkataan lain, pemberdayaan dikatakan berhasil jika pada diri khalayak sasaran menunjukkan indikator tersebut.

Dalam dunia pendidikan, pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan produktif untuk medapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah (manajer), para guru dan para pegawai. Proses yang ditempuh untuk mendapatkan hasil terbaik dan produktif tersebut adalah dengan membagi tanggungjawab secara proporsional kepada para guru. Satu hal yang penting dalam proses pemberdayaan ini adalah melibatkan guru dalam proses mengambil keputusan dan tanggungjawab. Melalui proses pemberdayaan itu diharapkan guru memiliki kepercayaan diri.

Yang dimaksud dengan pemberdayaan dalam standar kompetensi dan sertifikasi adalah untuk memperbaiki kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Di sisi lain, untuk memberdayakan sekolah harus pula ditempuh upaya-upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat setempat, di samping merubah paradigma pendidikan yang dimiliki oleh para guru dan kepala sekolah. Mereka perlu tahu terlebih dahulu, memahami akan hakikat, manfaat dan proses pemberdayaan peserta didik. Maka standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan  merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan potensi guru agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan. Prinsip yang harus dipakai dalam pemberdayaan guru melalui standar tersebut terjadi melalui beberapa tahapan. Pertama, guru harus mengembangkan kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh keterampilan agar mampu bekerja dengan baik. Kedua, mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidak mampuannya dan mengalami peningkatan kepercayaan diri. Ketiga, seiring dengan tumbuhnya kepercayaan dan keeterampilan, para guru bekerja sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber daya yang akan berdampak pada kesehateraan dan mampu mencapai tingkat profesionalitas sebagai tenaga kependidikan.

Menurut Chamberlin, tingkat-tingkat professional terdiri dari cadet teacher, executive teacher, lead teacher, master teacher, provisional teacher, profesioanl teacher, regualar teacher, senior teacher, special teacher, teacher assistant, teacher intern dan team leader. Yang termasuk dalam kategori guru professional adalah senior teacher, master teacher, lead teacher dan professional teacher. Guru professional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. Guru-guru ini diharapkan dapat dan dikualifikasikan untuk mengajar di kelas yang besar dan bertindak sebagai peimpinan para anggota staf lainnya dalam membantu persiapan akademis sesuai dengan minatnya. Profesionalitas menurut Pasal 7 ayat 1 Undang–undang Guru tahun 2006 dinyatakan sebagai bidang pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.    Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
b.    Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaann dan akhlak mulia
c.    Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
d.    Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e.    Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
f.    Memperoleh penhasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
g.    Memilki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
h.    Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dan
i.    Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Undang-undang pasal 7 ayat 1 di atas memilki konsekuensi terhadap kualifikasi, kompetensi dan profesi guru yaitu menyiapkan calon guru yang kualified (berkualitas) dengan memberi bekal bidang studi, ilmu pendidikan dan ilmu keguruan beserta praktek persekolahan yang memadai untuk jenis guru yang diperlukan. Oleh karena itu mereka harus disiapkan untuk mempelajari ilmu pendidikan dan dan bidang studi, Karena keduanya mendukung kompetensi paedagogik, kompetensi bidang studi dan ilmu keguruan beserta praktek nyata disekolah. Ini merupakan media untuk melatih calon guru professional, terampil mengolah cara pembelajaran dan cara evaluasi, cara membaca kurikulum, cara membuat, memilih dan menggunakan media pembelajaran dan cara evaluasi, baik dengan tes maupun observasi. Melalui proses pembinaan ini akan terbentuk kompetensi personal dan hal lain yang diinginkan.
Terhadap konsekuensi kesejahteraan, sebagaiamana diatur dalam undang-undang guru tahun 2006 sudah sangat terperinci dengan persyaratannya masing-masing, namun akan menimbulkan efek kecemburuan sosial di antara guru yang berada dalam satu sekolah. Karena tunjangan hanya diberikan kepada guru yang telah mendapat sertifikasi seperti yang telah diatur dalam undang-undang guru pasal 16 ayat 1, padahal makna sertifikat itu tampaknya lebih mengarah pada formalitas dan kurang substansial, terutama bagi guru-guru yang telah mengajar sekian lama yang masih dalam status sebagai guru honorer. Begitu juga dengan konsekuensi sertfikasi yang tidak memberikan sertifikasi kepada guru yang merupakan lulusan pendidikan keguruan tentunya akan mengundang pertanyaan, bagaimana nasib mereka? apakah mereka harus mengulang lagi apa yang telah mereka pelajari saat mempelajari kurikulum pendidikan professional guru karena tidak lulus ujian sertifikasi? Kalau demikian berarti telah terjadi kemubadziran, baik waktu, tenaga maupun dana. Bila calon guru telah lulus dari pendidikan guru, artinya ia telah menyelesaikan semua persyaratan akademik dan keterampilan mengelola kelas berdasarkan kurikulum yang disediakan, sehingga bila sertifikasi diberikan di luar sistem pendidikan guru, maka akan terjadi pengulangan-pengulangan bahkan dapat mencemari hasil klinik pendidikan yang diperoleh guru selama bertugas di sekolah. Seharusnya guru juga memperoleh perlindungan hukum yang diperlukan, karena pada dasarnya ini merupakan perlindungan hukum bagi mereka dalam melaksanakan tugasnya. Terutama dalam melindungi dirinya dari tinddakan sewenang-wenang pimpinan sekolah, sesama guru, dengan siswa dan orang tuanya serta masyarakat. Payung hukum yang terpenting adalah yang terkait dengan terpenuhinya kesejahteraan yang telah diatur dalam undang-undang seperti, kenaikan pankat, terpenuhinya atas hak-haknya dan lain-lainya.

Akan tetapi perlu menjadi perhatian bahwa dalam kesejahteraan khususnya tentang sistem penggajian guru sebaiknya tidak diatur dalam PGPS yang diberlakukan bagi seluruh PNS, karena akan muncul kecemburuan antara gaji guru dengan anggota pegawai negeri yang lainnya terutama dalam bentuk kenaikan gaji khusus untuk guru tetap bisa menjadi sumber kecemburuan PNS yang lain. Oleh karena itu sebaiknya gaji guru diatur secara tersendiri, seperti seperti pemikiran “rekomendasi-rekomendasi untuk pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan” oleh Anonim. Bagi guru di daerah terpencil gaji guru diberikan berdasarkan perjanjian dalam kontrak kerjanya agar rangsangan untuk mau bekerja di tempat yang terpencil, maka dibutuhkan insentif yang besar untuk mereka sehingga dari menjalankan kontrak itu mereka dapat menabung untuk hidup pasca kontrak. Sebaiknya gaji guru tidak diatur berdasarkan ijazah, akan tetapi berdasarkan umur atau pengalaman mereka atau prestasi mereka, karena kapasitas mereka sebagai guru berkembang dalam proses perjalanan berdasarkan pengalaman mereka dan tidak terjadi sesaat. oleh karena itu pengalaman guru menjadi ukuran imbalan mereka dalam menjalankan tugas bukan ijazah (entry-level ability), dan yang lebih operasional adalah umur atau masa kerja yang menjadi dasar penentuan gaji guru. Sedangkan ijazah untuk menentukan relevansi dijenjang dan jenis pendidikan  mana guru itu seharusnya mengajar, sesuai dengan kesiapan pendidikan jabatan mereka. Sedangkan pada tingkat entry-level ability, guru digaji sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup berdasarkan rekomendasi-rekomendasi untuk pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan. Meskipun demikian bukan berarti harus mengesampingkan pentingya sertifikasi, karena sertifikasi memang dibutuhkan untuk mengupayakan kualitas pendidikan yang bermutu, walaupun belum bisa memberikan jaminan akan kualitas guru yang mumpuni dan memiliki kemampuan yang baik. Karena sifatnya hanya masih terbatas pada sarana dan instrumen untuk mencapai suatu tujuan, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya kesadaran dan pemahaman dari semua pihak bahwa sertfikasi adalah sarana untuk menuju perubahan berupa kualitas pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu proses sertifikasi ini harus diikuti dengan langkah konkrit terhadap guru-guru yang belum atau tidak memiliki sertifikat agar tetap bisa mengajar apalagi bagi mereka yang telah lama mengabdikan dirinya menjadi tenaga pendidikan bertahun-tahun.

Kesimpulan
Proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelakasaan tugas dan fungsinya sebagaimana diungkapkan Tilaar, harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, system rekruitmen guru, pembinaan dan peningkatan karir guru.
  1. Kesejahteraan guru dapat diukur dari gaji dan insentif yang diperoleh.  Gaji guru Indonesia saat ini masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Rendahnya kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja, semangat dan pengabdian dan uapaya mengembangkan profesionalismenya dan berdampak pada kualitas yang rendah. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan kesejateraan lain yaitu prosedur kenaikan pangkat, jaminan rasa aman, kondisi kerja, kepastian karir, penghargaan terhadap tugas atau peran keguruan. Kenaikan gaji tersebut juga sebaiknya tidak hanya dari pemerintah pusat, melainkan didukung oleh pemerintah daerah serta partisipasi masyarakt dan dunia usaha.
  2. Tunjangan fungsional yang merupakan insentif bagi guru sebaiknya diberikan dengan pertimbangan : (a) Kesulitan tempat bertugas, (b), Kemampuan, keterampilan dan kreativitas guru, (c) Fungsi, tugas dan peranan guru di sekolah, (d) Prestasi guru dalam mengajar, menyiapkan bahan ajar, menulis, meneliti, dan membimbing serta berhubungan dengan stakeholeder. Dalam hal ini guru perlu diberikan kesempatan bersaing untuk memperoleh penghargaan berbentuk insentif.
  3. Sistem rekruitmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas di tempat yang diinginkan dengan mempertimbangkan asal tempat calon guru, proses seleksi yang ketat, menetapkan batas waktu tugas untuk bisa mengajukan mutasi atau pindah, pemberian insentif dan jaminana bagi calon guru yang ditempatkan di daerah terpencil, memperrketat disiplin disertai sanksinya, berpartisipasi bersama masyarakat terhadap kesejahteraan, kenyamanan, tempat tinggal dan kesehatan terutama bagi guru yang berasal dari daerah lain.
  4. Untuk mengisi kekurangan guru SD, SLTP dan SLTA yang jauh dari kota, sebaiknya memberdayakan lulusan daerah setempat dengan legitimasi pemerintah setempat. Sedangkan bagi yang bukan berasal dari LPTK dapat menempuh langkah pendidikan akta mengajar atau program PGSD.
  5. Pendidikan dan pembinaan guru dapat dilakukan dengan cara pendidikan pra jabatan, pendidikan dalam jabatan dan pendidikan akta mengajar.
Daftar Pustaka
B. Uno, Hamzah, Profesi Kependidikan; Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan Indonesia, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007.
E, Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007.
Isjoni, Bersinergi Dalam Perubahan :Menciptakan Pendidikan Berkualitas di Era Global, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008
MS, Djohar, Guru, Pendidikan dan Pembinaannya : Penerapannya dalam Pendidikan dan UU Guru Yogyakarta : CV. Grafika Indah, 2006.
Noer Ali, Heru dan Munzier S,  Watak Pendidikan Islam, Jakarta : Friska Agung Insani, 2003.
Nurdin, muhammad, kiat menjadi guru profesioanl, yogyakarta : ar-ruz media, 2004.
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Penndekatan Kompetensi, Jakarta :PT. Bumi Aksara, 2006.
Suparlan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta : Hikayat Publishing, 2006.
Sanaky, Hujair AH., dalam Seminar Regional tentang “ Peningkatan Profesionalitas Guru Menunjang Keberhasilan Sertifikasi”, oleh Fakultas Ilmu Agama Islam-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2008.
http://www.kopertis4.or.id/aturan/undang%20undang/uu%20ttg%20sisdikna%20no.%202%20th%201989/UU%20No.%202%20th%201989%20ttg%20sisdiknas.pdf. Akses 5 Oktober 2008.